-DORI ALAM GIRSANG(DENPASAR)-MARTHIN GIRSANG(JAKARTA)-HANSON MUNTHE(MEDAN)-RIKO GIRSANG(JAKARTA)-BENYAMIN PARULTOP GIRSANG(NIGERIA)-SAMSON GIRSANG(BATAM)-BAGUS FEBRIANTO GIRSANG(MEDAN)-HORASTON GIRSANG(PERAWANG.RIAU)-OBET NEGO GIRSANG(YOGYAKARTA)-BOSTON GIRSANG(RIAU)-YAN FEBRIANSON GIRSANG(JAKARTA)-FRIPANSUS IPAN GIRSANG(JAKARTA)-POSMAN FIRNANDUS GIRSANG(JAKARTA)-RAJAMIN RP GIRSANG(BRASTAGI)-SEPTA GLORA GIRSANG(MEDAN)-HAMONANGAN GIRSANG(SUKABUMI)-HELZBERD JUSTIANUS HAMONANGAN GIRSANG(MAKASSAR)-HERTHA VERONIKA SINAGA(MEDAN)-SUZANNA GIRSANG(PEMATANG SIANTAR)-GIO ADAM ARTHANTA GIRSANG(MALANG)-ANTON GIRSANG(BANDUNG)-ABRI ANTO GIRSANG(LAMPUNG)-INDRA WALDIN GIRSANG(MEDAN)-ALBERTO ELPINSON GIRSANG(MEDAN)-ELJUNI EDIN GIRSANG(BIMA/NTB)-BARENOF GIRSANG(JAKARTA)-MICHAEL GIRSANG(MEDAN)-HOTBERDUANI YM GIRSANG(MALAYSIA)-NURSAIDAH NATALIN GIRSANG(MALAYSIA)-GUNTUR JULIANTO GIRSANG(SINGKAWANG)-MAYARANI GIRSANG(MEDAN)-PANGERAN CIPTA SETIA GIRSANG(SEMARANG)-ROBERT GIRSANG(BEKASI)-BOBBY ANGGA GIRSANG(MEDAN)-PAISAL GIRSANG(MEDAN)-JENNY OKTAVIANA GIRSANG(MALAYSIA)-JIMMI MOHSEN(DEPOK)-BERNAWATY GIRSANG(DAIRI)-VITA SILVANA UDUR GIRSANG(BANDUNG)-BIRMAN BAHAGIA GIRSANG(BEKASI)-VERA LISA GIRSANG(BANDAR LAMPUNG)-FEBRIYATI VERONICA GIRSANG(JAKARTA)-YAN RICKY DAMANIK(BANDAR LAMPUNG)-ROY IXEL GIRSANG(BATAM)-RAHEL DEWI YULINA GIRSANG(PALEMBANG)-SONDANG SARIAHMA GIRSANG(JAKARTA)-GUNAWANTA GIRSANG(JAKARTA)-HENDRA JANI GIRSANG(TANJUNG GADING)-HENDARTO WIJAYA GIRSANG(MEDAN)-

Rabu, 25 Januari 2012

MENGENAL LEBIH DEKAT J, TIDEMAN - Penulis Simeloengoen: het land der Timoer-Bataks ........van Sumatra

GIRSANG VISION : IDE ARTIKEL DAN DOKUMEN MILIK SAUDARA DORI ALAM GIRSANG - Mengenal J, TIDEMAN - Penulis Simeloengoen: het land der Timoer-Bataks in zijn vroegere isolatie en zijn ontwikkeling tot een deel van het cultuurgebied van de oostkust van Sumatra -  Simeloengoen: the land of Timur-Batak in his former isolation and its developmentinto a part of the culture of the east coast of Sumatra - Simeloengoen: Daerah di Timur-Batak dalam isolasi jajahan dan perkembangannya menjadi bagian dari budaya pantai timur Sumatera (resensi : http://books.google.com/books?id=g29CAAAAIAAJ&hl=id&source=gbs_book_other_versions).
Penerjemah sekaligus menuliskan "J. TIDEMAN : RIWAYAT DAN KARYANYA " yang merupakan kata pengantar terjemahan dari " Simeloengoen: het land der Timoer-Bataks in zijn vroegere isolatie en zijn ontwikkeling tot een deel van het cultuurgebied van de oostkust van Sumatra" Adalah Dr. Djoko Marihandono dan Harto Juwono, M.Hum. yang keduanya adalah ahli sejarah dari Universitas Indonesia dan Dr. Djoko Marihandono adalah Guru Besar juga di Universitas Indonesia. (Petikan pidato ilmiah pada saat pengangkatan beliau menjadi GURU BESAR UNIVERSITAS INDONESIA 
Prof.Dr.Djoko Marihandono,
S.S., M.Si
Prof. Dr. Djoko Marihandono, S.S., M.Si menyampaikan pidato ilmiah yang berjudul "Menjadi Sejarawan Profesional : Kajian Tentang Sumber Sejarah dan Metodeloginya".  Djoko menjelaskan bahwa sejarawan atau orang yang menulis sejarah dituntut memiliki tiga kemampuan, bahasa asing, pemahaman akan sumber, dan pengembangan metodologi. Dengan menguasai berbagai macam bahasa, akan membuka cakrawala sejarawan menjadi lebih luas dan lebih tajam, 
Harto Juwono, M.Hum
khususnya dalam memahami sumber sejarah, dalam hal ini arsip. Sementara itu, kemampuan menerapkan metodologi dalam analisis historis merupakan ketrampilan yang harus terus diasah, karena sejarawan sangat menyadari bahwa tidak ada satu karya sejarah yang steril dari pemikiran orang lain.")

Berikut adalah hasil penulisannya "J. TIDEMAN : RIWAYAT DAN KARYANYA " oleh Dr. Djoko Marihandono dan Harto Juwono, M.Hum.
Voor het juiste begrip der naar voren tredende gegevens is een kennis van volken, zeden, talen en kunstrichtingen nodig, die men niet mag veronderstellen bij hem, die de”koloniale” geschiedenis, de daden en invloeden der Nederlanders in de Oost, tot voorwerp van zijn studie wil maken. - H. Terpstra, Insulinde, 1949 
(Terjemahan dari kalimat ini kurang lebih adalah demikian:”Bagi pemahaman yang benar tentang informasi yang muncul, diperlukan suatu pengetahuan tentang bangsa, adat, bahasa dan lembaga seninya, yang tidak bisa diduga pada dia yang menjadikan sejarah ‘kolonial’, tindakan dan pengaruh orang-orang Belanda di Timur sebagai kajiannya”. Lihat H. Terpstra, Insulinde: Nederland’s verleden in het Veere Oosten (Den Haag, 1949, W. van Hoeve), halaman 8,)
Kutipan di atas menunjukkan betapa perlunya pengetahuan mengenai suatu suku bangsa secara utuh bagi orang yang ingin mempelajari sejarah tindakan dan pengaruh orang Belanda di Timur. 
Ada dua hal yang bisa diambil dari kutipan tersebut. Pertama, pengetahuan suatu bangsa secara utuh mencakup tidak hanya fisik dan bahasa yang digunakan oleh bangsa itu tetapi juga kebiasaan, tradisi, adat dan keyakinannya. Kedua, tindakan dan pengaruh orang Belanda yang dimaksudkan adalah mereka yang diserahi tugas dan wewenang untuk mengatur tanah koloninya di Timur. Kini persoalan muncul untuk menghubungkan dua hal di atas, yaitu antara eksistensi suatu bangsa dan pejabat Belanda di negara jajahan. Bagaimana hubungan antara keduanya, merupakan persoalan yang sering muncul di masa lalu. Para pejabat Belanda yang akan ditempatkan di tanah koloni harus mengalami proses persiapan yang sangat panjang. Mereka harus mempelajari semua unsur kebudayaan dari suku bangsa yang akan diperintahnya. Tanpa pengetahuan itu, tidak ada kemungkinan sukses bagi para pejabat ini dalam memerintah daerah yang menjadi tanggungjawabnya. 
Dengan demikian antara kedua unsur ini tidak bisa saling dipisahkan. Keduanya menjadi suatu kesatuan utuh yang mewujudkan suatu kehidupan koloni Belanda di Hindia Timur.
Di bawah ini akan disampaikan salah seorang pejabat kolonial yang tiba dari Eropa dan menerapkan apa yang dipelajarinya dari sana pada semua tugas yang diserahkan kepadanya. Ini semua dicoba dilaksanakan dalam berbagai penugasan yang menjadi tanggungjawab karirnya di sejumlah tempat di tanah jajahan Belanda ini. Pejabat itu bernama Johannes Tideman.

Karir Tideman
J. Tideman adalah seorang pejabat karir Belanda yang menempuh pengalaman kerjanya dalam birokrasi pemerintahan sipil tanah jajahan Hindia Belanda. Persiapan karirnya dilakukan dengan memasuki jurusan Indologi pada akhir abad XIX di Universitas Kerajaan, Leiden. Setelah lulus dari pendidikan tinggi ini, J. Tideman berangkat ke Hindia Belanda. Setibanya di Batavia pada awal Mei 1902, J. Tideman langsung memperoleh penugasan pertama sebagai Aspiran Kontrolir. Jabatan ini diserahkan kepada para pegawai baru sebagai jabatan terendah dalam jenjang birokrasi pemerintahan kolonial (Binnenlandsch BestuurH.W. van den Doel, Het Rijk van Insulinde (Den Haag, 1995, KITLV), halaman 149. Pada periode tersebut, kondisi psikologis para pejabat kolonial Belanda sedang mengalami pergolakan. Kedatangan para pejabat baru hasil didikan perguruan tinggi di Belanda dianggap sebagai ancaman yang akan menggeser tuwan-tuwan lama para birokrat kolonial, yang telah terbiasa menerima penghormatan dan pelayanan dari orang-orang pribumi di tempat mereka berdinas.
)
Jabatan ini tidak lama dipegangnya. Ketika pada tanggal 17 Mei 1902 ia dilantik menjadi aspiran kontrolir, pada bulan September 1902 J. Tideman diangkat menjadi Kontrolir. Pengangkatan yang menyenangkan hatinya ini ternyata menjadi batu ujian pertama bagi karir dan sekaligus keselamatannya di tanah jajahan Belanda. J. Tideman dikirim ke tempat tugasnya sebagai pemerintah daerah Onderafdeeling Camba, di Sulawesi Selatan (Celebes en Onderhoorigheden). Di tempat tugasnya itu, J. Tideman harus berjuang hidup di tengah masyarakat Makasar selama dua tahun.
Meskipun menghadapi tantangan yang berat karena harus memerintah suatu masyarakat yang tidak menyukai orang Eropa, J. Tideman mampu mengatasi persoalan. Penugasannya dianggap berhasil oleh atasannya dan J. Tideman dipindahkan ke daerah Takalar, yang terletak di dekat wilayah tugas lamanya. Jabatannya tetap sebagai Kontrolir. Takalar merupakan daerah dengan dominasi etnis Makasar yang memiliki potensi rentan akan konflik. Terutama pada masa itu, situasi Sulawesi Selatan tidak kondusif bagi J. Tideman. Ketegangan terjadi antara pemerintah Belanda dan kerajaan Bugis Bone akibat penutupan pelabuhan Pare-Pare dan kemudian juga pengalihan perdagangan kopi yang melibatkan daerah Luwu. Puncak dari persaingan antara Belanda dan Bone terjadi pada tahun 1905 ketika Belanda menuduh penguasa Bone La Pawawoi melanggar perjanjian tahun 1860 yang melarang Bone intervensi terhadap kerajaan Bugis lainnya. Akibatnya perang Bone III terjadi dan berakhir dengan penghapusan kerajaan ini oleh Belanda pada tahun 1906. Dengan demikian sejak tahun itu seluruh Sulawesi Selatan langsung diperintah oleh pemerintah jajahan Belanda. (Christiaan Pelras, The Bugis - Oxford, 1996, Blackwell), halaman 274).
COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Gouverneur_J._Tideman
Masa dinas J. Tideman di Takalar ditandai dengan pendekatan yang dilakukannya kepada masyarakat Makasar. Tugasnya adalah untuk menaikkan citra dan pengaruh pemerintah Belanda di kalangan penduduk dan mencegah mereka terseret dalam Perang Bone. J. Tideman melaksanakan tugas itu dengan baik sehingga Gubernur Jenderal J.B. van Heutsz di Batavia memandang perlu untuk mempromosikan J. Tideman pada karir yang lebih tinggi. Pada tahun 1909, J. Tideman ditarik ke Batavia dan ditempatkan di Departemen Pemerintahan (Departement van Binnenlandsch Bestuur). Penugasannya di departemen ini merupakan tugas administratif, bukan tugas pejabat karir. Tideman ditempatkan sebagai pengajar di akademi pemerintahan Batavia, yang mengajar para siswa sebagai calon pamong praja Eropa.(Anon,”Nadere regelen ten aanzien van de Nederlandsch Bestuur Academie”, dalam majalah Tijdschrift voor Binnenlandsch Bestuur, jilid XXXIV, tahun 1910, halaman 34. Akademi Pemerintahan ini didirikan pada tahun 1906 dan hanya menerima siswa Eropa alumnus sekolah dasar Eropa (Europeesch Lagere School) yang akan menjadi pejabat pemerintahan. Bagi anak-anak pribumi, sekolah serupa adalah Hoofdenschool yang dibuka di beberapa tempat di Hindia Belanda, tetapi sekolah ini setara dengan pendidikan dasar yang diperluas)
Dalam penugasannya sebagai pengajar, Tideman menyampaikan banyak pengalamannya di daerah penempatannya sebagai Kontrolir. J. Tideman menegaskan kepada para siswanya agar mereka lebih banyak mendekatkan diri kepada masyarakat yang diperintahnya dari sisi psikologi dan kebudayaan. Pendekatan tersebut dianggapnya lebih positif dan berhasil daripada dari sisi hubungan kekuasaan.
Sampai tahun 1911, J. Tideman bertugas sebagai dosen. Pada tahun itu kembali J. Tideman menerima penugasan sebagai pejabat pemerintahan di daerah. Ia diangkat sebagai Kontrolir di Palembang. Penugasannya di Sumatera Selatan ini memberikan pengalaman baru kepadanya, khususnya yang berkaitan dengan program desentralisasi pada saat itu di wilayah luar Jawa. Palembang menerima status sebagai kotapraja (gemeente), dengan demikian sebagai mitra kerja walikota (burgermeester) harus ada dewan kotapraja (gemeenteraad). Dewan kotapraja Palembang dibentuk dengan sejumlah anggota yang terdiri atas beberapa orang Eropa, Timur Asing dan pribumi yang tugasnya berunding untuk memberikan nasehat kepada walikota dan ikut berperan dalam membuat peraturan daerah. J. Tideman menjadi salah satu anggota Dewan Kotapraja Palembang pada tahun 1912.
Namun demikian, penugasan itu juga tidak lama. Pada awal Januari 1914, ia kembali dipanggil oleh Gubernur Jenderal H.W. Idenburg ke Batavia. Setibanya di ibukota itu, J. Tideman menerima keputusan Idenburg bahwa dirinya telah menunjukkan pengabdian yang baik selama lebih dari satu dekade sebagai pegawai pemerintah kolonial. Karena itu, Idenburg menganggap wajar bila J.Tideman menerima bintang tanda jasa klas-5 sebagai pejabat muda. Bersamaan dengan penerimaan tanda jasa ini, J. Tideman juga menerima penugasan baru untuk berangkat ke Ambon. Pada tanggal 30 Januari 1914 J.Tideman memulai tugas barunya di pulau Ambon. Saat itu ia dipromosikan untuk menduduki jabatan sebagai Asisten Residen meskipun statusnya masih sebagai staf di kantor. Dengan demikian, jabatan J.Tideman lebih berfungsi sebagai sekretaris dalam pemerintahan Residen Maluku. 
The residency of the governor of Maluku, J. Tideman
Di samping itu J.Tideman juga diberi jabatan sebagai notaris di wilayah kerjanya yang memiliki wewenang dalam keperdataan. 
Bagi dirinya, jabatan ini merupakan masa persiapan dan transisi untuk meraih jabatan berikutnya. Dugaan J. Tideman tidak meleset. Menjelang dua tahun masa dinasnya di Ambon, ia menerima berita bahwa dirinya akan dicalonkan sebagai seorang asisten residen pemerintahan. Kabar ini terbukti benar ketika pada pertengahan Januari 1916 Gubernur Jenderal Idenburg menugaskannya untuk memegang pemerintahan di Afdeeling Simalungun dan Tanah Karo, menyusul reorganisasi pemerintahan yang terjadi di Karesidenan Pantai Timur Sumatera.(ANRI, Besluit van Gouverneur Generaal 22 Januari 1916 no. 3, bundel Algemeen Secretarie. Sebelumnya ada pertimbangan bahwa Tideman akan ditempatkan sebagai Asisten Residen Bontain. Ini didasarkan pada pertimbangan pengalamannya di wilayah Sulawesi Selatan. Namun karena hubungan kurang baik dengan Residen de Vogel, bekas atasannya di Takalar. Lihat ANRI, Laporan Departemen Pemerintahan tanggal 19 Januari 1916 no. 1 G/CI, bundel Algemeen Secretarie.)
J. Tideman menggantikan P.E. Moolenburg sebagai pejabat lama yang meninggalkan Simalungun pada tanggal 5 Pebruari 1916.

Karir Tideman di Simalungun
Kedatangan J.Tideman ke Simalungun telah dinanti dengan kondisi yang sangat kompleks. Kondisi ini muncul karena berbagai masalah baik politik, ekonomi maupun sosial. J. Tideman berkedudukan di ibukota Afdeeling ini yaitu Pematang Siantar, yang juga menjadi pusat kerajaan Siantar. Sebelum kedatangannya, hubungan antara Kerajaan Siantar dan pemerintah Belanda ditandai dengan berbagai ketegangan. Ketegangan ini terjadi akibat penurunan tahta dan pembuangan raja Siantar Sang Nahualu ke Bengkalis oleh pemerintah Belanda. Kedudukan Sang Nahualu sebagai raja Siantar untuk sementara digantikan oleh Tuan Bandar sebagai penguasa sementara. Setelah Tuan Bandar, kedudukan raja Siantar mengalami kekosongan. Meninggalnya Tuan Bandar juga diikuti dengan Tuan Sidamanik. Akibatnya, semua jabatan penting penguasa di Siantar mengalami kekosongan dan hal ini menimbulkan persoalan bagi masyarakat Siantar, khususnya bila
berhubungan dengan pemerintah kolonial. Para pejabat kolonial mengeluh bahwa banyak program pemerintah yang tidak bisa berjalan di daerah ini karena penguasa pribumi yang menjadi mitra mereka tidak ada.
J TIDEMAN dan STAFF Adminitrasinya di Tanah Simalungun
(http://www.simalungunonline.com)
Menghadapi situasi demikian, J.Tideman tidak menunggu terlalu lama. Dua bulan pertama masa pemerintahannya diisi dengan pendekatan kepada para kepala adat di Kerajaan Siantar. Akhirnya, ia menemukan salah seorang putra almarhum Tuan Sidamanik yaitu Sirenjah. J.Tideman bertemu sendiri dengan Sirenjah dan diketahui bahwa anak ini telah beranjak dewasa, serta memiliki kemampuan fisik dan psikis yang memadai untuk memimpin daerah itu. Dengan pertimbangan tersebut, pada pertengahan Maret 1916 ia mengusulkan kepada Residen Pantai Timur Sumatera di Medan agar mengangkat Sirenjah sebagai pengganti Tuan Sidamanik dengan gelar yang sama. Residen meneruskan usul J.Tideman ini kepada pemerintah pusat di Batavia. Gubernur Jenderal A.W.F. Idenburg mengabulkannya. Namun, sebelum keputusan dikeluarkan, Idenburg telah meninggalkan Batavia dan kembali ke Belanda. Gubernur Jenderal baru, J.P. Graaf van Limburg Stirrum, menindaklanjuti usul J.Tideman itu dan pada tanggal 27 Maret 1916 melalui sekretaris negara menyetujui pengangkatan Sirenjah menjadi Tuan Sidamanik. (ANRI, Telegram Gouvenerment Secretarie 27 Maret 1916 no. 453, bundel Algemeen Secretarie.). Selama menjabat sebagai penguasa daerah Sidamanik, Sirenjah berada di bawah pengawasan J.Tideman. Dalam bulan-bulan pertama setelah pengangkatannya, Sirenjah telah menunjukkan kecapakannya dengan jabatan itu. Dari sini J.Tideman merasa yakin bahwa Sirenjah layak apabila diangkat menjadi penguasa di Kerajaan Siantar. Pada awal Juni 1916 Tideman mengirimkan usulannya melalui Residen Pantai Timur Sumatera kepada Gubernur Jenderal van Limburg Stirrum di Batavia. Baik Residen di Medan maupun pemerintah di Batavia menyetujui hal itu dan menetapkan bahwa Sirenjah bisa menjadi raja Siantar tetapi dengan syarat bersedia untuk menandatangani kontrak politik baru. (ANRI, Renvooi 24 Juni 1916 no. 18307, bundel Algemeen Secretarie.) 
Sirenjah sebagai Tuan Sidamanik diberitahu oleh J.Tideman tentang tuntutan pemerintah pusat Batavia. Atas kesepakatan dengan para kepala adat Siantar lainnya, mereka akhirnya menyetujui bila Tuan Sidamanik menjadi raja Siantar yang baru. Persoalan kontrak politik tidak dipermasalahkan sejauh eksistensi Kerajaan Siantar tetap diakui oleh pemerintah Belanda. Melalui kesepakatan mereka Sirenjah resmi menjadi raja Siantar dengan gelar Tuan Waldemar Raja Huta Damanik.(ANRIBesluit van Gouverneur Generaal 11 Oktober 1916 no. 49, bundel Algemeen Secretarie.). Pelantikan dilakukan pada awal Oktober 1916 dan diikuti dengan penandatanganan Korte Verklaring (Pelakat Pendek) sebagai kontrak politik baru oleh raja Siantar. (J.M. Somer, Korte Verklaring (Breda, 1934, Corona), halaman 301. Ini adalah model kontrak politik yang ditandatangani oleh raja pribumi setiap naik tahta dengan pemerintah Belanda. Selama raja itu berkuasa, kontrak ini wajib ditaati dengan resiko diturunkan dari tahta. Korte Verklaring dibuat pertama bagi para uleebalang Aceh sebagai pengikat mereka dengan pemerintah Belanda oleh Jenderal van Heutsz. Setelah van Heutsz menjadi Gubernur Jenderal pada tahun 1904, Korte Verklaring ini diterapkan bagi raja-raja pribumi lainnya.)
Sementara persoalan politik di Kerajaan Siantar berhasil diselesaikan oleh J.Tideman dengan naiknya Waldemar sebagai raja baru, persoalan sosial yang juga berbahaya muncul. Persoalan ini berbahaya tidak hanya bagi Kerajaan Siantar atau kerajaan lain, tetapi bagi seluruh masyarakat Simalungun. Persoalan ini adalah semakin banyaknya imigran dari Tapanuli yang masuk ke wilayah Simalungun. Mereka terdiri atas orang-orang Batak Toba dan tinggal di Simalungun sebagai pekerja penggarap tanah. Dengan kemampuan mereka bertani, tanah-tanah Simalungun yang subur digarap dan memproduksi hasil tanaman pangan. Mereka menerima tanah-tanah ini dari raja-raja dan dari pemerintah kolonial. Ketika jumlah komunitas Batak Toba ini semakin besar, dominasi budaya Toba mulai terasa dan mendesak budaya Simalungun. Bahasa Toba lama kelamaan menjadi bahasa pergaulan daripada bahasa Simalungun. Gereja Kristen Toba lebih banyak dibangun di Simalungun dan orang-orang Kristen Simalungun beribadah di gereja Toba. J. Tideman melihat bahwa kondisi demikian menunjukkan kerawanan dalam interaksi sosial. Ada kekhawatiran bahwa suatu saat hal ini akan menimbulkan gejolak 
sosial. Sebelum resiko itu terjadi, J. Tideman memandang perlu untuk mengatur hubungan di antara mereka dan terutama eksistensi orang-orang Toba. Mereka perlu diatur secara tersendiri dan dijadikan sebagai kawula pemerintah. Untuk memudahkan pengaturan oleh pemerintah, orang-orang Toba ini dipimpin oleh para pemimpin mereka sendiri. Hari-hari pertama penugasannya di Simalungun digunakan oleh J.Tideman untuk menyelesaikan persoalan ini. Hanya seminggu setelah pengangkatannya, ia berhasil meminta pemerintah pusat di Batavia mengesahkan pengangkatan para kepala Toba tersebut sebagai pemimpin mereka yang sah dan diakui oleh pemerintah kolonial. (ANRIBesluit van Gouverneur Generaal 31 Januari 1916 nomor 43, bundel Algemeen Secretarie.Sejak itu, semua persoalan yang menyangkut orang-orang Toba di Simalungun diserahkan penyelesaiannya kepada keputusan aparat kolonial, termasuk juga pencegahan apabila terjadi sengketa antara orang-orang Toba dan Simalungun. 
Dengan demikian, dalam waktu kurang dari satu tahun, J.Tideman berhasil menyelesaikan persoalan penting yang menentukan masa depan daerah Simalungun. Masih banyak peristiwa penting yang terjadi pada masa pemerintahannya. Di bidang pemerintahan, ia menyaksikan kemunculan generasi muda raja-raja Simalungun yang baru. Hampir semua raja di kerajaan-kerajaan Simalungun tampil sebagai penguasa baru. Kondisi ini muncul bersamaan dengan kebijakan yang diambilnya untuk mempercepat proses perkembangan dan kemajuan daerah tersebut. Lembaga pendidikan diperbanyak, sehingga anak-anak Simalungun menerima menjalani pendidikan di daerahnya sendiri. Pemerintah kolonial pusat melihat bahwa J.Tideman berhasil menjalankan tugasnya sebagai kepala daerah. Ia dianggap mampu bekerjasama dengan penduduk setempat termasuk kalangan elite mereka untuk memajukan daerahnya. Selama pemerintahannya, kondisi keamanan juga dianggap kondusif dengan tidak adanya peristiwa kerusuhan atau pemberontakan besar yang merugikan pemerintah kolonial. Sebaliknya, usaha perkebunan besar diperluas yang berdampak pada semakin banyaknya tenaga kuli kontrak yang datang dan bermukim di Simalungun. Hampir enam tahun ia menjabat sebagai kepala daerah di Simalungun. 
Hal ini berarti bahwa J.Tideman adalah Asisten Residen terlama di masa rezim kolonial berkuasa di Simalungun. Ia diberhentikan dari jabatannya pada tanggal 2 Desember 1921 dan digantikan oleh H.E.K. Ezerman sebagai asisten residen yang baru.

Penutup
Melihat karir J. Tideman sebagai seorang birokrat kolonial, dapat diketahui bahwa ia adalah sosok aparat pemerintah yang sukses. Dari seorang magang pegawai menjadi asisten residen dalam waktu kurang dari dua puluh tahun merupakan kemajuan karir yang pesat. Sebagai seorang pejabat baru dan tenaga muda yang berasal dari birokrasi kolonial yang datang langsung ke Hindia Belanda, J.Tideman menjadi contoh dari seorang birokrat ilmuwan. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa ia memerintah dengan menggunakan pendekatan ilmiah dalam mempelajari konteks lingkup kerja yang dihadapinya.
Di setiap tempat tugasnya, ia tampil sebagai seorang pejabat profesional dengan menerapkan ilmu pengetahuan teoritis yang diterima di sekolah calon pegawai kolonial di Den Haag. Namun demikian, berbekal ilmu saja tidak akan mencukupi untuk memecahkan persoalan di suatu masyarakat yang berbeda adat, agama, bahasa dan habitat dengan dirinya. Apapun kondisi perbedaan yang ada, ia harus menghadapinya karena daerah penugasannya menjadi obyek kebijakannya. Jika pogram yang menjadi targetnya ingin berjalan dengan sukses, ia harus mampu menyelami apa yang dikehendaki oleh masyarakat di tempat pemerintahannya.
Dalam rangka mewujudkan sasaran tersebut, J.Tideman melakukan pendekatan pribadi. Pertama-tama hal itu dilakukan kepada para pejabat kolonial khususnya atasannya langsung. Kondisi ini diperlukan untuk menjamin kerjasama mereka dan persetujuan bila usul-usul pembaharuan diperlukan. Selanjutnya, J.Tideman harus melakukan pendekatan dengan kalangan elit pribumi, karena ia menyadari bahwa posisi elit ini menentukan perubahan dalam masyarakat koloni. Dengan mendapatkan dukungan dari kelompok elit, setidaknya pemerintah kolonial dapat dengan mudah memberikan instruksi pelaksanaan program kerja dan kebijakannya. Baru kemudian bila diperlukan, ia turun langsung untuk mendekati warga masyarakat terutama ketika dipandang perlu untuk mencegah terjadinya keresahan sosial dan memberikan kepuasan kepada warga. Dengan pendekatan seperti ini, ia termasuk salah satu dari sedikit birokrat kolonial yang mampu meraih nama sebagai seorang aparat yang sukses di tanah jajahan Hindia Belanda. 

Demikian Kata Pengantar dari alih bahasa buku Simeloengoen: het land der Timoer-Bataks in zijn vroegere isolatie en zijn ontwikkeling tot een deel van het cultuurgebied van de oostkust van Sumatra.  Artikel selanjutnya akan memuat isi dari buku tersebut.



LINK :

6.J, TIDEMAN
http://girsangvision.blogspot.com/2011/11/girsang-vision-mengenal-lebih-dekat-j.html
7. GIRSANG VISION : J, TIDEMAN SIMELOENGOEN : HET LAND DER TIMOER-BATAKS (I)
http://girsangvision.blogspot.com/2011/11/girsang-vision-j-tideman-simeloengoen.html
9.J, TIDEMAN SIMELOENGOEN : HET LAND DER TIMOER-BATAKS (II - SEJARAH)
http://girsangvision.blogspot.com/2011/11/girsang-vision-j-tideman-simeloengoen_24.html
10.J, TIDEMAN SIMELOENGOEN : HET LAND DER TIMOER-BATAKS (III - PENDUDUK/MASYARAKAT-1)
http://girsangvision.blogspot.com/2011/11/j-tideman-simeloengoen-het-land-der.html
11.J, TIDEMAN SIMELOENGOEN : HET LAND DER TIMOER-BATAKS (III - PENDUDUK/MASYARAKAT-2)
http://girsangvision.blogspot.com/2011/11/j-tideman-simeloengoen-het-land-der_24.html
12.J, TIDEMAN SIMELOENGOEN : HET LAND DER TIMOER-BATAKS (III - PENDUDUK/MASYARAKAT-3)
http://girsangvision.blogspot.com/2011/11/j-tideman-simeloengoen-het-land-der_8831.
12.J, TIDEMAN SIMELOENGOEN : HET LAND DER TIMOER-BATAKS (IV - PEMERINTAHAN)
http://girsangvision.blogspot.com/2011/11/j-tideman-simeloengoen-het-land-der_1916.html
13.J, TIDEMAN SIMELOENGOEN : HET LAND DER TIMOER-BATAKS (V - PERADILAN)
http://girsangvision.blogspot.com/2011/11/j-tideman-simeloengoen-het-land-der_2358.html
13.J, TIDEMAN SIMELOENGOEN : HET LAND DER TIMOER-BATAKS (VI - KEUANGAN)
http://girsangvision.blogspot.com/2011/11/j-tideman-simeloengoen-het-land-der_25.html
14. J, TIDEMAN SIMELOENGOEN : HET LAND DER TIMOER-BATAKS (VII - IRIGASI)
http://girsangvision.blogspot.com/2011/11/j-tideman-simeloengoen-het-land-der_3921.html
15. J, TIDEMAN SIMELOENGOEN : HET LAND DER TIMOER-BATAKS (VIII - PENDIDIKAN)
http://girsangvision.blogspot.com/2011/11/j-tideman-simeloengoen-het-land-der_839.html
16. J, TIDEMAN SIMELOENGOEN : HET LAND DER TIMOER-BATAKS (IX - ZENDING)
http://girsangvision.blogspot.com/2011/11/j-tideman-simeloengoen-het-land-der_3742.html
17. J, TIDEMAN SIMELOENGOEN : HET LAND DER TIMOER-BATAKS (X - DINAS KESEHATAN)
http://girsangvision.blogspot.com/2011/11/j-tideman-simeloengoen-het-land-der_1457.html
18. J, TIDEMAN SIMELOENGOEN : HET LAND DER TIMOER-BATAKS (XI - DINAS SOSIAL)
http://girsangvision.blogspot.com/2011/11/j-tideman-simeloengoen-het-land-der_26.html
19. J, TIDEMAN SIMELOENGOEN : HET LAND DER TIMOER-BATAKS (XII - KEHUTANAN)
http://girsangvision.blogspot.com/2011/11/j-tideman-simeloengoen-het-land-der_4059.html
20. J, TIDEMAN SIMELOENGOEN : HET LAND DER TIMOER-BATAKS (XIII - PERDAGANGAN)
http://girsangvision.blogspot.com/2011/11/j-tideman-simeloengoen-het-land-der_4798.html
21. J, TIDEMAN SIMELOENGOEN : HET LAND DER TIMOER-BATAKS (XIV - PERKEBUNAN EROPA) - SELESAI
http://girsangvision.blogspot.com/2011/11/j-tideman-simeloengoen-het-land-der_9673.html



Segala masukan dan koreksi sangat terbuka untuk mengedit artikel ini (open source) yang tentunya dengan data dan fakta serta sumber berita yang akurat sehingga apa yang menjadi koreksi bisa bermanfaat untuk menambah "celah-celah" yang hilang dari sejarah SIMALUNGUN pada umumnya, dan sejarah MARGA/BORU GIRSANG pada khususnya.

Terimakasih
GIRSANG VISION- HABONARON DO BONA

0 komentar:

Posting Komentar

No comment is offensive tribe, religion and any individual, Use words and phrases are polite and ethical - Thank you -

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More