GIRSANG VISION : IDE ARTIKEL DAN DOKUMEN MILIK SAUDARA DORI ALAM GIRSANG.
Penerjemah sekaligus menuliskan "J. TIDEMAN : RIWAYAT DAN KARYANYA " yang merupakan kata pengantar terjemahan dari " Simeloengoen: het land der Timoer-Bataks in zijn vroegere isolatie en zijn ontwikkeling tot een deel van het cultuurgebied van de oostkust van Sumatra" Adalah Dr. Djoko Marihandono dan Harto Juwono, M.Hum. yang keduanya adalah ahli sejarah dari Universitas Indonesia dan Dr. Djoko Marihandono adalah Guru Besar juga di Universitas Indonesia. (Petikan pidato ilmiah pada saat pengangkatan beliau menjadi GURU BESAR UNIVERSITAS INDONESIA. " Prof. Dr. Djoko Marihandono, S.S., M.Si menyampaikan pidato ilmiah yang berjudul "Menjadi Sejarawan Profesional : Kajian Tentang Sumber Sejarah dan Metodeloginya". Djoko menjelaskan bahwa sejarawan atau orang yang menulis sejarah dituntut memiliki tiga kemampuan, bahasa asing, pemahaman akan sumber, dan pengembangan metodologi. Dengan menguasai berbagai macam bahasa, akan membuka cakrawala sejarawan menjadi lebih luas dan lebih tajam, khususnya dalam memahami sumber sejarah, dalam hal ini arsip. Sementara itu, kemampuan menerapkan metodologi dalam analisis historis merupakan ketrampilan yang harus terus diasah, karena sejarawan sangat menyadari bahwa tidak ada satu karya sejarah yang steril dari pemikiran orang lain.")
GAMBARAN GEOGRAFI
LETAK, LUAS DAN BATAS-BATAS
Simalungun terletak di pedalaman Sumatera Utara, di sebelah timur laut danau Toba yang pada masa lalu sangat terkenal karena keindahan alamnya. Bagian barat sebagian terdiri atas dataran tinggi, sebagian dataran pegunungan yang tidak rata, sementara bagian timur dipenuhi dengan lereng bukit yang terjal dari pinggir pantai danau Toba sampai ke dataran rendah daerah perkebunan Pemerintahan Pantai Timur Sumatera. Bersama tanah Karo, Simalungun kini membentuk suatu afdeeling (Departemen) yang diperintah oleh seorang asisten residen berkedudukan di Pematang Siantar.
Oleh afdeeling Deli dan Serdang yang terletak di utara serta bagian dari Asahan (daerah onderafdeeling (Depatemen Bagian) Batubara), Simalungun dipisahkan dari selat Malaka. Selain itu di sebelah timurnya terletak afdeeling Asahan, di sebelah baratnya terletak Tanah Karo.
Batas ini membentang mulai dari daerah Sibolangit yang berbentuk palu menuju aliran utara danau Toba ke arah tenggara sampai daerah Sipiak (Tuktuk Sipiak) yang terletak di teluk Parapat, aliran timur danau Toba yang bentuknya tidak teratur. Dari Sipiak batas ini membentang ke arah tenggara lewat kolam pegunungan sampai puncak Dolok Pangulubau, yang merupakan batas dengan wilayah Asahan.
Ini dibentuk oleh Aek Silo, setelah itu oleh Bah Silotua sampai ke kampung Pamoha, yang mengikuti sungai Salem atau sungai Balei yang semakin ke utara. Di sebelah utara kampung Sikosatmati, aliran ini berbelok ke barat untuk mengikuti garis putus yang menjadi batas antara Simalungun dan onderafdeeling Batubara dan Padang-Bedagei.
Penetapan batas-batas dengan Tapanuli dimuat dalam Staatsblad tahun 1908 nomor 604, yang juga menetapkan batas-batas tanah Karo dengan Pemerintahan Aceh dan Sekitarnya. Untuk batas-batas dengan wilayah lain di pantai timur Sumatera, lihat Keputusan Gubernur Jendral tanggal 13 April 1911 (Bijblad nomor 7465). Batas-batas tujuh daerah yang membentuk Simalungun ditetapkan dalam Keputusan Gubernur Jendral tanggal 27 September 1913 nomor 24 (Bijblad 7922).
Simalungun mencakup luas wilayah 441.380 hektar (dalam Mededelingen Sumatera Timur jilid I halaman 16, disebutkan 3400 km2 persegi atau 4400 km2 persegi seharusnya), atau 80,43 GM2 dan lebih besar dari Propinsi Utrecht dan Drente digabungkan (402.500 hektar) dan lebih kecil daripada Gelderland (502.400 hektar). Berbagai daerah yang membentuk Simalungun membentuk luas sebagai berikut:
Siantar…………………………………..93510 hektar.
Tanah (Simalungun. Tanoh) Jawa ……158140 hektar.
Pane ……………………………….……47400 hektar.
Raya ……………………………………58900 hektar.
Dolok Silo ……………………………...35160 hektar.
Purba ……………………………………23270 hektar.
Silimakuta ……………………… ……… 25000 hektar.
Jumlah …. 441380 hektar.
Simalungun terletak di pedalaman Sumatera Utara, di sebelah timur laut danau Toba yang pada masa lalu sangat terkenal karena keindahan alamnya. Bagian barat sebagian terdiri atas dataran tinggi, sebagian dataran pegunungan yang tidak rata, sementara bagian timur dipenuhi dengan lereng bukit yang terjal dari pinggir pantai danau Toba sampai ke dataran rendah daerah perkebunan Pemerintahan Pantai Timur Sumatera. Bersama tanah Karo, Simalungun kini membentuk suatu afdeeling (Departemen) yang diperintah oleh seorang asisten residen berkedudukan di Pematang Siantar.
Oleh afdeeling Deli dan Serdang yang terletak di utara serta bagian dari Asahan (daerah onderafdeeling (Depatemen Bagian) Batubara), Simalungun dipisahkan dari selat Malaka. Selain itu di sebelah timurnya terletak afdeeling Asahan, di sebelah baratnya terletak Tanah Karo.
Batas ini membentang mulai dari daerah Sibolangit yang berbentuk palu menuju aliran utara danau Toba ke arah tenggara sampai daerah Sipiak (Tuktuk Sipiak) yang terletak di teluk Parapat, aliran timur danau Toba yang bentuknya tidak teratur. Dari Sipiak batas ini membentang ke arah tenggara lewat kolam pegunungan sampai puncak Dolok Pangulubau, yang merupakan batas dengan wilayah Asahan.
PETA KAB.SIMALUNGUN TEMPO DOELOE |
Penetapan batas-batas dengan Tapanuli dimuat dalam Staatsblad tahun 1908 nomor 604, yang juga menetapkan batas-batas tanah Karo dengan Pemerintahan Aceh dan Sekitarnya. Untuk batas-batas dengan wilayah lain di pantai timur Sumatera, lihat Keputusan Gubernur Jendral tanggal 13 April 1911 (Bijblad nomor 7465). Batas-batas tujuh daerah yang membentuk Simalungun ditetapkan dalam Keputusan Gubernur Jendral tanggal 27 September 1913 nomor 24 (Bijblad 7922).
PETA KAB.SIMALUNGUN SAAT INI |
Siantar…………………………………..93510 hektar.
Tanah (Simalungun. Tanoh) Jawa ……158140 hektar.
Pane ……………………………….……47400 hektar.
Raya ……………………………………58900 hektar.
Dolok Silo ……………………………...35160 hektar.
Purba ……………………………………23270 hektar.
Silimakuta ……………………… ……… 25000 hektar.
Jumlah …. 441380 hektar.
Bagian barat Simalungun yang sangat tidak rata dipenuhi deretan bukit yang disebut Dolok Barubu (Dolok berarti Gunung: kata ini muncul dalam kata gunung dengan singkatan D) dan puncak Dolok Sianak Anak, yang terpisah dari Serdang Hulu.
GUNUNG DAN SUNGAI
Seperti telah kita lihat, Simalungun terdiri atas daerah pegunungan yang terletak lebih kecil di barat dengan dataran tinggi yang berbatasan di selatan, dan daerah lereng bukit yang secara ekonomi lebih penting, dengan pinggir pegunungan mengalir danau Toba menuju dataran rendah yang terletak di Timur laut.
Tanah pegunungan ini sulit didaki, tetapi bersambung dengan daerah perbatasannya.
Di sebelah barat Dolok Barubu, celah Buaya (disebut demikian menurut rantai pegunungan Buaya) menghubungkan antara Simalungun hulu dan Serdang. Semakin ke timur lereng Dolok ini menjadi peghubung daerah ini dengan Padang Bedagei. Kemiringan yang bergelombang, semakin membentang ke arah dataran rendah, merupakan jalan kaki yang sangat sulit ditembus. Karang curam yang menjepit jalan, ngarai dalam dan juga sambungan perbukitan sangat mempersulit perjalanan yang melalui daerah ini. Di daerah berbagai sumber air tersedia yang mengalir ke arah hilir menuju sungai Perbaungan, Bedagei dan Tebing Tinggi.
Daerah Dolok Silau dihimpit oleh rangkaian yang terbentuk dari Dolok Simbolon yang sedikit menjulang dari daerah sekitarnya, membentang sejajar dari Pematang (cara menulis ditambah dengan e, tetapi yang lebih tepat adalah Pamatang) Raya dengan jalan raya dari tempat ini menuju Saribudolok.
Semakin ke timur, Ttnah lereng yang besar dan lebar membentuk daerah Panei, Siantar dan Tanah Jawa, dimulai dari pegunugan pinggir danau Toba dan membentang di sepanjang sungai-sungai yang memotong sedalam 100 meter, sebagai arus pegunungan yang mengalir ke hilir dan kemudian bersama-sama mengalir ke laut bagaikan kolam yang besar. Sungai-sungai ini di Simalungun tidak bisa dilayari dengan perkecualian beberapa bagian kecil di arus hilir Bah Bolon dan Bah Pamudian.
Lereng itu umumnya mengarah ke timur (di mana sungai-sungai juga mengalir) dan tidak hanya muncul di permukaan tanah, tetapi menurut penelitian geologi juga terdapat di bawah tanah. Pelipatan itu teratur sehingga pergeseran tanah gunung menuju bukit dan dataran rendah tidak terasa. Jalur Pematang Siantar-Pematang Tanah Jawa hampir 400 meter tingginya: Dalam jarak 25 km dari laut, tanah itu tingginya sekitar 100 meter di atas permukaan laut dan di sepanjang kaki gunung danau Toba tingginya lebih dari 1200 meter. Kemiringan di bagian yang tinggi dari gunung ini dari bentangan selebar 60 sampai 75 kilometer mencapai 1/90 hingga 1/50 dan di bentangan antara 100 meter dan 400 meter ketinggiannya 1/300 sampai 1/75.
Dari puncak tertinggi di deretan pegunungan danau Toba, yang memisahkan tanah lereng ini, pertama-tama kita menyebutnya Dolok Simarjarunjung di sebelah utara Tiga Ras. Ternyata pegunungan ini terdiri atas 4 puncak yakni Guriang Manalu, Tuktuk Malayu, Parik Sijonnaha, dan Dolok Simarjarunjung (nama-nama puncak ini dalam keterangan mengenai daerah Panei dan Raya diungkapkan sangat tidak cermat dan tidak tepat). Lebih ke arah tenggara terdapat Dolok Batu Mardinding (1608 meter) dan selanjutnya Dolok Marpalatuk (1770 meter), Dolok Sisae-Sae (1764 meter), Dolok Batu Loting (1810 meter), Dolok Sipolung (pada peta disebut Sipoldung), Dolok Siabal Abal dan Dolok Parparean, yang tiga terakhir ini lebih rendah dan merupakan lereng barat daya dari Dolok Simanuk Manuk di perbatasan Asahan dan Tapanuli.
Di rangkaian puncak ini Dolok Pangulubau yang terletak di titik temu perbatasan antara Asahan dan Simalungun serta Tapanuli, menjadi ujung batas Pantai Timur Sumatera dan Tapanuli dengan batas Asahan dan Simalungun.
Di pegunungan ini berbagai kolam dan aliran bermata air dan akhirnya menyatu dengan dua sungai besar yang memiliki daerah aliran di daerah Tanah Jawa, yakni Bah Tungguran dan Bah Boluk, di mana terletak daerah irigasi bah Tungguran dengan luas 500 hektar. Juga kedua sungai ini bersama-sama menjadi satu aliran di selatan Perdagangan, yang di tempat ini melebur dalam Bah Bolon. Bah Bolon bermuara di laut sebagai Sungai Tanjung.
Bagian barat laut dari tanah miring ini dibentuk oleh Panei Hulu dan dataran tinggi Sidamanik yang terletak di selatannya. Rata-rata ketinggian daerah ini adalah 1200 meter. Garis tertinggi dari dataran tinggi yang terletak di atas Pematang Siantar membelok dalam lingkaran konsentris dengan Pematang Siantar sebagai titik tengah menuju rantai Simbolon dan dataran tinggi pinggiran danau Toba yang telah disebutkan. Di sini tanah miring Raya Hulu yang terletak di antaranya merupakan jalan masuk alami menuju dataran tinggi yang terletak di sebelah utara danau Toba ( Purba dan sekitarnya).
Dalam pergeseran ini dijumpai sebuah wilayah yang letaknya menguntungkan yang mendaki sekitar 400 sampai 1400 meter tingginya, cocok untuk jalan yang menghubungkan Pematang Siantar dengan Saribudolok dan Tanah Karo.
Sebagai batas paling utara dari dataran tinggi ini yang merupakan kelanjutan Tanah tinggi Karo ke arah tenggara, orang bisa menunjuk garis antara gunung berapi Dolok Singgalang (1844 meter) yang telah padam, terletak di utara Seribudolok, dan Dolok Sipiso-Piso atau Dolok Tanduk Banuwa (1946 meter) yang puncaknya menjulang di perbatasan onderafdeeling Simalungun dan Tanah Karo. Wialayah ini dapat dilihat dari selatan, terletak tepat di tengah pantai utara danau Toba.
Di tanah pegunungan yang membentang di Raya Hulu Bah Hapal dan sungai-sungai yang termasuk daerah aliran Bah Bolon yang mengalir di sepanjang Pematang Siantar, memiliki mata air. Seperti Tanah Batak lainnya, sungai-sungai ini memotong ngarai yang dalam. Tanah pegunungan tersebut memiliki puncak tertinggi di Dolok Simbolon (1511 meter) dan di bagian timur menjulang Dolok Simarito (1355 meter). Keduanya kemudian digunakan untuk menyebut perkebunan yang terletak antara kelompok gunung ini dan Pematang Siantar. Beberapa puncak lain di daerah pegunungan tengah yang mencapai ketinggian dari 900 sampai 1000 meter adalah Dolok Simarsumpit, Dolok Sangkilsipilit, Dolok Simarsolpah, dan Dolok Sirampogos yang berada di bagian paling barat.
Di sebelah utara pegunungan ini terletak dataran utara daerah Dolok, yaitu Bandar Hanopan dan Nagori Dolok yang disebut juga sebagai kampung-kampung utama. Di lereng utara pegunungan Simbolon, terdapat mata air Sungai Ular, Sungai Perbaungan, Sungai Mengkudum, dan Bah Bulian atau Sungai Padang (sungai Tebing Tinggi).
Secara hidrografi, Simalungun bersama seluruh pantai timur Sumatera termasuk kawasan Selat Malaka. Sungai-sungai itu semua mengalir ke arah yang sama (tumur laut) yang tidak bertemu dalam sistem besar, mengingat daerah pantainya terlalu sempit untuk itu.
Sungai terpenting adalah Bah Bolon yang sebagian besar alirannya menjadi pembatas antara Siantar dan Tanah Jawa yang mengalir di sepanjang Pematang Siantar dan Perdagangan, yang mengalir ke laut sebagai Sungai Tanjung. Daerah alirannya memiliki luas sekitar 2000 kilometer persegi, terutama dibentuk oleh cabang kanan. Bagian atas daerah ini berupa dataran tinggi Tanah Jawa dan Siantar yang dikenal tanahnya sangat subur.
Di bagian datar dari Tanah miring Simalungun terdapat kolam air yang luas, yang disebut longo di Bandar, di Tanah Jawa dan tempat lain disebut bawang. Dari longo di Huta Raja (Bandar) di aliran hulu Bah Lias, masyarakat memperoleh pengairan untuk daerah irigasi Bandar Maratur. Berkat sebuah bendungan yang kokoh dan beberapa proyek pengairan, kolam ini diubah menjadi waduk.
Di Tanah Jawa orang mengenal Bawang Sihambing dan Bawang Siusar di daerah alang-alang antara Raja Maligas dan Huta Bayu, yang datarannya disebut sebagai Rih Ninggol (rih adalah alang-alang dan Ninggol adalah sejenis pohon). Di dataran Rih Jambu dekat Raja Hombang terletak Bawang Siringan-Ringan dan Bawang Nasorsor. Di selatan Huta Bayu dijumpai Bawang Siuwak-Uwak.
Di Raya, dulu orang menemukan Bawang Silo Raya. Namun, beberapa puluh tahun yang lalu kolam ini mengering, yang dianggap oleh penduduk sebagai pertanda sangat buruk (simandatang). Ketika itu ibu raja Raya Tuan Rondahaim meninggal.
Di daerah ini orang masih menjumpai Bawang Huta Rih, yang juga disebut Rawang Huta Rih. Di sekitar Simpang Raya (Panei) terletak Bawang Bilik.
Meskipun tidak seluruhnya berada di dalam wilayah onderafdeeling ini tetapi danau Toba dengan keindahan alaminya yang menjadi daya tarik bagi wisatawan, tetap penting untuk dibicarakan. Sebagian danau ini diduga termasuk Simalungun, yakni di sepanjang batas timur dari utara sampai ke Parapat dan pedalaman Sipiak, sepanjang sekitar 40 km. Seluruh panjang danau ini mencapai 90 km, lebar maksimal 35 km. Luas danau ini dua kali luas danau Jenewa dan 12 kali luas danau Singkarak.
Dari aliran timurnya orang bisa melihat Pulau Samosir yang membentang ke utara di seberang, sepanjang 45 km yang memiliki lebar terbesar 20 km, tetapi di sebelah utaranya terletak pantai Tanah Dairi yang berada di antara Pangururan di Samosir dan Silalahi dekat Tongging. Daerah ini menciptakan kesan seolah-olah dibelah dengan pisau, dengan dinding curam setinggi 700 meter di danau. Dinding ini tampak tegak lurus di sisi luar, yakni sisi barat Tanah Dairi.
Danau ini terdiri atas dua bagian yang saling dipisahkan oleh Samosir dan dihubungkan dengan selat kecil antara Samosir Selatan dan Uluan di sebelah timur pulau ini serta antara Samosir dan daratan Tapanuli (sebelah barat Samosir). Bagian selatan memiliki titik potong jauh lebih besar dari barat ke timur daripada sebelah utara. Di pantai selatannya terletak Balige.
Permukaan danau, 906 meter di atas permukaan laut, pada musim kemarau tampak bagaikan genangan air rata, tetapi segera setelah angin barat bertiup kencang, air tampak berbuih dan mendidih di danau itu sehingga pelayaran dengan perahu kadang-kadang tidak dimungkinkan karena membahayakan kehidupan (lihat untuk angin yang menyebabkan badai ini pada halaman 20).
Dalam pengukuran yang dilakukan oleh kontrolir Toba saat itu, Philips sepuluh tahun lalu ditemukan kedalaman danau lebih dari 500 meter. Namun, orang menduga bahwa kedalaman masih lebih dalam terutama di bagian utara.
Orang Batak menduga bahwa di masa lalu di lokasi danau ini terdapat sebuah gunung tinggi yang pada saat tertentu roboh. Penduduknya (bagi orang Batak mahluk prasejarah) melarikan diri dan para lubu, yang kini yang masih hidup di Mandailing, adalah keturunan mereka. Pandangan ini tidak jauh berbeda dengan hipotesa yang diciptakan setelah penelitian geologi tentang kemunculan danau itu. Sebagai akibat aktivitas gunung berapi, orang menduga danau itu pasti muncul dalam masa geologi termuda melalui penenggelaman gunung yang berlangsung sangat cepat.
Juga danau ini bisa menjadi dasar laut yang terbuka oleh kekuatan alam. Untuk ini bukti fosil-fosil yang membatu di Parapat (lihat halaman 11) menunjukkan seluruh genangan itu termasuk daerah aliran sungai Asahan. Di sekitar puing-puing yang terletak di sebelah timur Porsea, danau ini mengalirkan aliran airnya. Pada bulan Mei 1914 orang mulai menjajagi kedangkalan danau ini yang berakhir pada bulan Juni 1915. Apa yang dicapai orang dengan penggalian ini tidak jelas. Apabila pertumbuhan tanaman merupakan tujuannya (seperti yang dikatakan orang) tampaknya sangat naif. Tentang hasil-hasilnya bisa dilihat tulisan Dr. C. Blaak tentang permukaan air danau Toba dalam TNAG jilid LXXX.
Pengukuran geologi atas danau Toba dilakukan pada tahun 1894 oleh Wing Easton (suatu pengukuran geologi di Tanah Toba dalam majalah pertambangan tahun 1894 jilid XXIII) yang meneliti aliran selatan; kemudian pada tahun 1904 oleh Bucking meneliti aliran utara; oleh Volz pada tahun 1909 diteliti aliran barat dan selatan dan akhirnya oleh Dr. Klein pada tahun 1915-1916 dengan aliran timur. Laporan sementara hasil penelitian ini diterbitkan dalam TNAG jilid LXXVII.
Pantainya sedikit stabil baik sebagai akibat gelombang yang khususnya kuat di sebelah timur danau akibat angin barat yang bertiup kencang dan permanen di musim hujan maupun ketinggian tanah. Di sisi barat garis pantai, aktivitas danau bersifat mengikis, tetapi di sisi lain garis itu bersifat konstruktif. Dengan penurunan kembali penurunan permukaan danau muncul kolam pasir (binanga), terdiri dari pasir dan batuan kerikil yang membentuk dataran abrasi miring menuju kedalaman danau, dimana kebakaran besar sering terjadi yang menyebabkan bongkahan-bongkahan batu tergeletak. Sebagai contoh di sini ditunjukkan pada Tuktuk Sipiak, semenanjung Parapat, tempat beberapa pulau karang kecil berada.
Erosi yang mengikis kembali di pinggir pegunungan lama membentuk delta yang menjorok dari binanga yang bergeser. Tempat-tempat ini sangat labil. Dahan dari tanaman menggantung di danau ini, ketika membangun dermaga untuk kapal dapat memanfaatkannya agar bisa dibangun sedalam mungkin di daratan (informasi ini diambil dari laporan Ir. E. Fels mengenai penelitian tempat-tempat terbaik bagi pelabuhan di pantai danau Toba).
Seperti delta ini yang sekarang dapat diukur pada garis pantai, yang lain juga muncul pada ketinggian 250 meter di pinggir pegunungan itu. Semua itu tampak sangat jelas dilihat dari jalan Toba pada lereng Dolok Sipolung, sehingga dapat disimpulkan bahwa permukaan danau pada masa lalu pasti lebih tinggi.
Di sepanjang pantai Simalungun, beberapa teluk yang sangat cocok untuk berlabuhnya perahu dapat ditemukan, yakni dari utara ke selatan adalah Haranggaol, Tambunrea (di selatan Tuktuk Sirumonggur, semenanjung Tiga Ras, yang dalam perjalanan dikenal sebagai de Kameel), selanjutnya Panahatan, Sibaganding, Sipiak dan dataran di perbatasan Tapanuli dekat Ajibata, di mana terdapat pasar Tiga Raja.
KONDISI TANAH (INFORMASI GEOLOGI DAN KONDISI TANAH)
Berbagai penelitian ilmiah tentang tanah di Simalungun telah mengarah pada penilaian kesuburan yang tidak terlalu menggembirakan hasilnya, khususnya menyangkut tingkat kesuburan yang tinggi. Simalungun memiliki aspek khas batu-batuan, seperti yang muncul di berbagai tempat di Sumatra. Lapisan atas tanah biasanya dibentuk oleh lapisan humus tipis tetapi cukup kaya; lapisan humus ini sangat tebal di hutan-hutan. Bagian di bawahnya sebagian terdiri atas mineral yang tidak larut (banyak kwarsa dan sedikit besi magnet), sebagian terdiri atas unsur mudah larut pemberi kesuburan (termasuk juga banyak orthoklaas, mikrolit, sanidin, beberapa plagioklas dan selanjutnya biotit dan kandungan hoordblende yang termuat dalam sebuah kandungan besar dari unsur-unsur vulkanis yang mudah larut).
Ketahanan lapisan atas yang subur terancam oleh sifat mudah lepas tanah. Pembersihan dan pelarutan lapisan ini sangat kuat. Namun, humus yang ada tersebar halus dan sebagai akibat persentase pelarutan yang besar, menjadikan tanah (baik lapisan atas maupun lapisan bawah) mengandung pasir kasar di bagian atas dari lapisan di bawahnya.
Tanah bagian bawah di seluruh tebing sampai dekat ke pantai sebagian besar terbentuk dari tanah batuan kwarsa masam. Di tepi danau Toba seperti yang akan diuraikan di sini lebih lanjut, ditemukan batuan vulkanis lain. Juga di sekitar gunung Simbolon terdapat suatu keunikan menarik, karena di sini batuan yang menonjol dalam masa geologi akhir pada struktur tanah telah menciptakan pengaruh menguntungkan, batuan yang memiliki sifat lebih dasar.
Menurut catatan pada peta yang termasuk karya H.C. Bongers dalam Mededeelingen dinas penerangan pertanian (nomer 5, 1921) muncul tulisan yang berjudul: ”Gambaran Umum Tanah yang Muncul di Wilayah Sumatra Timur (dengan perkecualian Bengkalis)”, tanah Siantar hanya memiliki kandungan kapur 0,06 sampai 0,07% dan 0,01% kandungan asam fosfor. Dr. G. J. N. Hengeveld memberikan kandungan sekitar 52-57% pasir.
Menurut penelitian ahli agrogeologi tanah Dr. Mohr pasir ini tidak ada (seperti yang sebelumnya diduga) pasir ini terdiri atas kwarsa, tetapi jumlah besar batuan lapangan terutama memuat batuan kali (sanidin).
Dr. Klein yang mengadakan penelitian pada tahun 1915 dan 1916, menemukan dua kandungan granit antara Tiga Ras dan Parapat, selanjutnya batuan kapur karbon dan tanah liat, batuan pasir kwarsa kasar, batuan liparit dan unsur-unsurnya, lapisan andesit (di Tiga Ras) dan lapisan liparit di Sipiak yang terletak dekat Parapat di danau Toba.
Adanya keretakan dan potongan di tanah menunjukkan bahwa gempa bumi di sini sangat keras menggoncang tanah. Bukit batuan kapur di danau Toba menunjukkan topografi yang tidak teratur. Batuan kapur kristal kelabu yang dijumpai di sini bisa digunakan sebagai bahan pengeras yang mahal untuk jalan Toba. Menurut kesimpulan yang diterbitkan oleh Dr. Hengeveld dalam tulisannya yang berjudul “Gambaran Geologi tentang Bagian Lahan dan Jalan di Jalan Toba” (Majalah Waterstaatsingenieur nomer 2 tahun 1920), batuan kapur ini, untuk pengolahan semen, memuat kandungan magnesium terlalu besar (beberapa melebihi 3 sampai 5%) sehingga proses pengeringan semen itu menjadi sangat lambat, sehingga pada proses penyiapannya memerlukan waktu lebih banyak. Penggarapan ini disertai dengan peningkatan volume, sebagai akibatnya, bangunan yang didirikan akan retak atau roboh. Para ahli lainnya meragukan kebenaran dugaan ini.
Dr. Hengeveld menduga bahwa Parapat dan sekitarnya terdiri atas batu apung dan batuan vulkanis. Batuan ini kebanyakan kaya akan kwarsa. Di daerah ini fosil ditemukan, yang dengan keretakan tanah liat tampak dari permukaan tanah yang retak.
Peletakan batu padas horisontal sangat jelas tampak dalam penebangan atau penggalian jalan Toba. Batuan padas di sana-sini memiliki sebuah konstruksi padat, terutama sangat bebas dan berpasir. Formasi batu padas terpecah. Di tanah demikian, Dr. Hengeveld berkata, segera air hujan akan meresap sehingga sedikit air yang tampak pada permukaan. Air ini mengalir menuju lapisan perantara yang lebih mudah menembus dan kemudian mengalir di sepanjang lapisan ini, mencari jalan keluar menuju bagian lahan yang lebih rendah, sebagai pembuka jalan atau penampungan kolam. Dengan melewati Parapat, di mana-mana orang melihat celah sempit memanjang di tanah, akibat dari pergeseran lapisan bawah tanah, yang muncul melalui pengaliran air, yang membawa serta bagian pasir lepas. Sebagai akibat tekanan hidrostatis yang muncul di tanah, saat itu terjadi longsor.
Suatu prinsip serupa adalah tanah tebing yang berbentuk kurang teratur di Simalungun. Jadi, di perkebunan Naga Huta sebagai akibat dari sebab-sebab yang sama, yang pada saat tertentu karena hujan deras dan aktivitas tanah di sekitarnya kekuatan meningkat, pada tahun 1919 terjadi pergeseran lahan dalam ukuran besar. Ketika itu lebih dari 10 ribu pohon teh hancur, sebuah ngarai yang dalam muncul dan kerugian besar terjadi pada konstruksi jalan dan jembatan. Di mana-mana di daerah irigasi para insinyur dan para petani harus menghadapi kesulitan serupa.
Petak-petak penting sawah berkali-kali dialiri dengan cara yang sama. Di bagian bawah dekat Perdagangan pada bulan Desember 1918 muncul sebuah ngarai sekitar 200 meter panjangnya, 12 meter dalamnya dan 20 meter lebarnya pada waktu kurang dari 12 jam. Air sawah berlimpah yang ditambah dengan hujan yang jatuh, dapat berkurang volumenya ketika dialirkan di sepanjang kanal pengairan yang dapat mengakibatkan sesuatu yang berlebihan. Sebuah jalan penghubung Pematang Siantar – Perdagangan dibangun dengan sebuah parit batu untuk mengalirkan air.
FLORA DAN FAUNA
Penampang tanah yang begitu dikenal sekarang sebagai daerah perkebunan Simalungun sangat berubah setelah munculnya industri pertanian besar. Lahan teh yang luas, tanaman karet yang membentang, kebun-kebun kopi di sana-sini, sejak belum lama ini, juga terdapat tanaman serat dan minyak kelapa, hutan dan lahan alang-alang muncul kembali. Lahan alang-alang masih mencakup sebagian besar tanah, terutama di bagian paling selatan. Hanya di lembah sungai yang dalam dan di puncak bukit yang tinggi, orang masih menjumpai hutan yang belum ditebang. Juga bagian paling timur Tanah Jawa masih ditutup dengan hutan belukar.
Selain terdapat perkebunan Eropa lengkap dengan irigasinya, yang dikerjakan pada tahun 1914, aspek tanah di berbagai daerah sangat berubah.
Kompleks sawah yang bersambung telah menjadikan sebagian tanah yang dominan, yang membuktikan kesejahteraan penduduk dan lingkungannya di berbagai perubahan waktu, memberikan citra yang berubah-ubah. Terutama di sekitar Pematang Siantar, dekat Tiga Balata dan Jorlang Hataran di dekat jalan Toba dan di daerah antara Bah Tongguran dan Bah Boluk di Tanah Jawa kini dapat dijumpai persawahan basah.
Selain itu orang melihat lahan alang-alang luas, yang diselingi dengan ladang dan kampung-kampung yang muncul seperti pulau, dilengkapi dengan dengan tumbuhan bambu dan pohon-pohonan. Penggundulan hutan yang selalu terjadi sejak bertahun-tahun sebagai akibat pembakaran tanaman merupakan penyebab bahwa tanah di banyak tempat memiliki lapisan humus tipis, kecuali peristiwanya berbeda, sehingga jumlah tanah kering menjadi semakin luas. Namun, tanaman dan pertanian sawah di Simalungun kebanyakan berupa lahan, yang bisa memenuhi harapan yang pada mulanya hanya dilontarkan orang.
Di hutan yang di sana-sini masih menghasilkan panen di lahan tropisnya, pohon belukar yang berdiri tegak lurus memotong batang yang berdiri tandus dan sebuah tumbuhan daun tebal menutup bunga, yang tumbuh di mana-mana. Di tanah orang menemukan bunga yang berjatuhan sering tersebar. Warna ujung daun yang berwarna-warni memberikan pemandangan baik bagaikan bunga. Sulur melilit di belukar, sehingga mempersulit jalan masuk terutama pada hutan semak yang tebal. Tunas pohon yang dominan menunjukkan mahkota pohon yang beragam di banyak tempat.
Keindahan hutan yang belum ditebang pasti tidak terdapat di daerah permukiman, karena tanah itu telah berpenduduk dan tanahnya telah diolah untukmenanam sesuatu yang bermanfaat. Penduduk bila telah memperoleh pengaruh dari luar akan berbeda. Lahan itu ditanami berbagai jenis pohon yang dikenal di daerah Sumatra lainnya, seperti halnya kayu jati yang jenisnya baik. Perawatan tanaman yang panjang dari tanaman yang tumbuh tidak dimuat dalam buku ini. Di sini hanya beberapa informasi akan disebutkan yang khusus berada di wilayah Simalungun.
Singkam disebut “raja” pohon. Kayu ini berwarna merah, sementara kulitnya atau juga kerak pohon dengan daging yang terkupas dimasak untuk menutup selera yang kurang nikmat. Solu, perahu besar yang dikenal yang melayari danau Toba dibuat dari kayu Maranti, Banepura, Gorat, Ingul (kayu surian), Mampat, dan beberapa jenis lainnya. Kayu Nangka, jenis pohon roti, digunakan orang untuk membuat sapa, papan kayu untuk menyajikan nasi yang mereka makan bersama-sama, sementara lauk-pauk dihidangkan secara terpisah. Kandang kerbau dan batang penariknya (untuk gonrang, bahasa Melayunya gendang) orang membuatnya dari kayu Sarimarnaek. Sona yang terkenal (bahasa Melayu Angsana) menghasilkan kayu untuk membuat pisau dan tombak, sementara kayu Gambiri untuk membuat peti mati dan membuat topeng. Juga Buwang Jaka (lihat Bab III sub 2k) terbuat dari kayu. Dari kayu pohon Dadap orang membuat papan, yang pinggirnya dipotong dalam persegi untuk tempat penyimpanan di rumah-rumah Batak. Kayu putih yang lunak dan penuh lemak dari Sitarak digunakan untuk penarik hewan. Kulit kayu Simarnangka dipakai sebagai bahan dasar hobon, tempat berbentuk silinder untuk beras, yang bisa dijumpai di lumbung-lumbung, diletakkan di atas tonggak. Akhirnya Unte Mukur (salah satu dari banyak jenis asam) disebutkan, yang menghasilkan getah buah yang menghasilkan panguras. Getah ini banyak digunakan dalam ibadah keagamaan.
Banyak jenis pohon yang digunakan sebagai kayu bakar yang baik. Bambu (yang disebut buluh) ditemukan di perkampungan dan di hutan. Alat pikul air yang digunakan kaum wanita dn anak-anak untuk mengambil air dari sumber air atau sungai, terbuat dari buluh gundur yang besar. Potongan bambu ini disebutnya garigit, yang jumlahnya dua potong. Pembawa air ini disebut baluhat. Dari buluh ultop dan buluh parapat dibuat pipa peniup. Potongan pendek dan tipis dari buluh ultop diselipkan pada sendi lebih lebar dari buluh parapat agar dapat lebih merekat. Buluh marandang bona yang sangat indah dan lurus dilihat di bagian dinding rumah yang berhias.
Dari berbagai jenis kelapa yang muncul kita sebut Bagot (pohon aren, bahasa Tobanya Margot), yang menghasilkan tuak dan libung (bahasa Melayu Nibung) untuk dibuat bilah lantai. Tentang jenis rotan, dibahas pada Bab III sub 2g.
Kini dibahas beberapa ulasan tentang fauna. hewan liar bersembunyi di hutan yang banyak tanaman tanahnya. Batak (barak, bahasa Simalungun) hanya kadang-kadang muncul. Barak dardar adalah yang paling berbahaya. Gajah banyak muncul di daerah Bandar, Tanah Jawa dan Raya Hilir. Orang Batak Simalungun membedakan empat jenis gajah, yakni gajah mutung sebagai hewan dengan gading hampir lurus berwarna putih; gajah hotang merupakan seekor gajah kecil dengan gading berwarna merah muda; gajah sarune memiliki gading bersendi, yang panjangnya antara 6 sampai 12 cm; dan akhirnya gajah sihujur dikenal dengan tapalnya yang lebar. Secara ilmu kebinatangan, (zoologi) keempat jenis gajah itu diduga termasuk satu jenis. 0rang Batak mengenal nama umum untuk gajah Nabolon (besar).
Harimau muncul baik di dataran rendah maupun di hutan lereng gunung. Batak menyebutnya Begu atau Begu Pengatah (begu adalah roh jahat dan pangatah adalah pemakan daging mentah). Monster hutan ini kini tampak sangat brutal.
Tampak bahwa dia menerkam manusia di malam yang gelap dari sebuah gerobak sapi atau dari kampung. Arimo (tuntul), harimau pohon, biasanya berada di wilayah tropis bergerombol tiga ekor, hidup dari memakan anjing, babi, hewan-hewan menyusui kecil dan burung. Binatang itu mampu mendaki pohon untuk menerkam mangsanya.
Terakhir, sebagai wakil dari hewan-hewan besar yang berbahaya, kami menyebut gipul (bukan kibul, seperti kata Dr. Hagen), harimau hitam. Kadang-kadang hewan ini berwarna bintik putih, yang disebut oleh suku Batak sebagai Baruwang.
Di dataran tinggi orang menjumpai bedar, sejenis rusa liar. Daging dan tulang-tulangnya sangat enak menurut orang Batak. Sementara dari tanduknya bisa dibuat serbuk mesiu atau sarana untuk menenung. Selain itu juga ada kera, rusa, babi, jenis-jenis musang, tupai, dan berbagai hewan kaki kecil lainnya. Juga di sini suatu pembahasan lengkap tidak akan diberikan dalam buku ini.
Menurut sifat-sifatnya, kita hanya menyebut Apodui, sejenis tikus putih yang hidup dari akar bambu dan batang bambu yang digali dan Borong-borong atau Silo-silo, pemakan ikan, yang hidup di banyak sungai. Tentang ular sawah adalah yang terbesar (piton). Berbagai jenis hewan beracun seperti Duruk-duruk hijau, dareh yang hitam (dengan kepala dan ekor merah), Pangian bulan dan lebih banyak lagi yang muncul di Simalungun.
Dari dunia burung, dikenal berbagai jenis burung pemangsa (nama umumnya adalah Lali), burung bercula (onggang), burung bangau, berbagai jenis unggas dan ayam. Dan dengan ini kami memutuskan untuk menutup laporan tentang flora dan fauna Simalungun betapapun kecilnya.
CUACA
Seperti yang telah disampaikan, ada sedikit perbedaan antara cuaca sedang dari Pematang Siantar yang letaknya setinggi 400 meter, cuaca buruk dari Saribudolok, Purba dan Raya Hulu yang terletak setinggi 1400 meter dan cuaca lunak di danau Toba dan sekitarnya. Di mana-mana seperti di bagian lain Pantai Timur Sumatra, muncul dua kali musim hujan yakni pada bulan April-Mei, dan yang terbesar dari September sampai Desember.
Rata-rata curah hujan tahunan di Pematang Siantar adalah sekitar 3000 mM, yang jumlahnya rata-rata jatuh 132 hari hujan. Pada bulan September dan 0ktober rata-rata 300-315mM. Selama musim hujan biasanya jatuh hujan terderas pada bulan Mei (rata-rata 290-300 mM). Bulan terkering adalah Juli, sementara juga pada bulan Pebruari dan Maret biasanya sangat sedikit turun hujan (rata-rata 180 mM). Tibanya musim juga sangat tidak teratur. Musim kering yang lama jarang muncul. Rata-rata jumlah jam terang mencapai 7 jam per hari. Dari kondisi yang ada bisa dibuktikan, bahwa untuk tanaman teh, kondisi cuaca daerah ini sangat menguntungkan. Meskipun di perkebunan yang terletak lebih tinggi pengukuran menunjukkan bahwa di sana lebih banyak curah hujan yang turun, juga di sini kondisinya tidak kurang menguntungkan.
Temperatur Pematang Siantar berkisar antara rata-rata 23 derajad dan 24 derajad Celsius dan di Saribudolok antara 18 derajad 3 detik dan 19 derajad 6 detik Celcius. Pada bulan 0ktober sampai dengan Januari hawa paling hangat di sana; bulan Mei merupakan bulan terdingin. Temperatur turun per 100 meter kenaikan dengan setengah derajad Celcius. Pada bulan Juni sampai dengan Agustus angin barat yang kering dan gersang bertiup kencang. Semakin ke barat (tanah Karo dan sekitar Saribudolok) bertiup angin Fohnachtige Bohorok, yang disebut menurut daerah Bohorok (tepatnya: buah uruk) di Wampu, yang bertiup paling keras melalui celah Wampu dan kekuatannya masih terasa sampai di Langkat, tetapi juga melalui celah Buaya masih dapat bertiup, terutama daerah di sebelah utara Saribudolok dan Serdang Hulu. Kadang-kadang, Bohorok juga terasa sampai ke Siantar.
Pada bulan September atau 0ktober angin pasat timur laut (tentang angin, hujan dan badai, arus serta perubahan garis pantai danau Toba, lihat tulisan Ir. E. Fels dalam majalah Insinyur Pengairan tahun 1920 nomer 8), yang mencapai Sumatra sebagai sebuah angin yang lebih ke timur. Sebagai akibat celah di pegunungan pinggir di danau Toba, yang menjulang di sisi barat kolam utara minimal 700 meter di atas permukaan danau, mendadak angin pasat muncul di danau yang bisa tumbuh menjadi badai dan permukaan air ikut bergolak, sampai gelombang setinggi 1,80 meter bisa menjulang tinggi dan pelayaran dengan perahu bisa membahayakan kehidupan.
Angin penyebab gelombang oleh penduduk disebut Alogo Bolon (angin besar), sementara angin yang bertiup kurang kencang dari barat daya disebut Alogo Dahato. Menjelang masa ini angin berhenti bertiup, Alogo Tambun yang muncul dari tenggara merupakan ancaman badai. Karenanya angin terakhir ini disebut raja angin, yang mirip dengan badai ketika tampak kemunculannya; dari kekuatannya yang lembut penduduk menggunakannya untuk memisahkan beras dari kulitnya.
Angin kencang yang telah disebutkan bertiup menjelang sore hari, biasanya sampai tengah malam, tetapi kadang-kadang selama beberapa hari atau seminggu lamanya bertiup.
JALAN DAN JALAN SETAPAK
Dalam tahun-tahun belakangan ini Simalungun memperoleh jaringan jalan yang baik, di ibukota Pematang Siantar biasa disebut sebagai sentral (De Batakspiegel menyebutkan masih ada sejumlah jalan pribadi di halaman 57). Namun, di sini semua jalan muncul dari dataran dan daerah pegunungan, sementara sebuah jalur kereta api menghubungkan tempat ini dengan Tebing Tinggi melalui daerah pantai.
Peta dataran tinggi yang terlampir di sini menghubungkan Medan-Sibolga dan sekitar danau Toba (1: 1.000.000) memberikan contoh baik tentang jaringan jalan Simalungun, seperti yang menjadi penghubung penting di seluruh jaringan Sumatra. Sebuah pemandangan tentang peta ini, memunculkan kebutuhan pembukaan jalan Pamatang Tanah Jawa – Bandar Pasir Mandoge, di mana kemudian semakin banyak jalan yang muncul. Seperti legenda dari peta itu yang menunjukkan, perawatan dan pengelolaan jalan dibebankan pada berbagai cabang dinas. Belakangan ini di sini muncul penyederhanaan, karena juga mungkin jalan-jalan yang perlu dipertimbangkan dalam perawatannya diberikan pada dinas proyek perkebunan lokal di Pantai Timur Sumatra.
Jalur kereta api yang telah disebutkan (58 kilometer panjangnya) tepat pada tanggal 5 Mei 1916 dibuka untuk lalu-lintas umum, sementara pada tahun 1920 sebuah cabang kecil dibuka menuju ke pabrik serat di Laras agar dengan mudah dapat mengangkut produk perkebunan ini melalui Dolok Merangir, yang terletak di tengah perjalanan ke Tebing Tinggi. Jalur Tebing Tinggi-Siantar bukan merupakan salah satu jaringan jalan kereta terpendek, terbukti dari statistik dalam laporan Perusahaan kereta api Deli. Jika hasil per kilometer per hari pada tahun 1917 untuk sebagian besar jalur trem, termasuk juga jalur Siantar dihitung f8-9, maka jalur dan jarak dari Tanjung Pura bisa naik dari angka di atas f 10 sampai lebih dari f 14. Juga kepadatan penumpang tertinggi berada di berbagai jalur trem, yakni 729. Sementara, jalur Tanjung Pura – Pangkalan Brandan mencapai 625.
Tampak bahwa rencana untuk menarik lebih jauh jalur ini sampai danau Toba dalam waktu dekat dapat dilaksanakan; Namun, kondisi sekarang telah mengarah pada kesulitan. Sebagai pelabuhan dengan jalan kereta api di danau itu pertama-tama dipilih Parapat. Namun, setelah itu terbukti karena kesulitan di lahan pegunungan antara Parapat dan Panahatan, dianggap lebih cocok sebagai stasiun terakhir. Sebuah jalur kabel akan memungkinkan pengangkutan produk. Di danau ini jalur kapal uap dieksploitasi, di mana suatu daerah danau sisi selatan yang begitu penting bagi daerah perkebunan di pantai timur dari sudut pandang ekonomi juga dapat dihubungkan. Seperti yang telah dikatakan, kondisi zaman untuk sementara menghambat rencana yang indah ini.
Jalan pedati tertua yang menghubungkan Simalungun dengan daerah perkebunan di Pantai Timur Sumatera memiliki panjang 48 kilometer, kini seluruhnya berupa jalan keras menuju Tebing Tinggi. Jalan ini dibuka pada tahun 1906. Pada tahun 1908 di musim kemarau orang bisa mencapai Pematang Siantar dengan menggunakan mobil. Pada tahun 1909 bagian pertama (Tebing Tinggi – Dolok Merawang) diperkeras. Untuk bagian lain pada tahun 1910 aktivitas yang diperlukan untuk pengerasan jalan ini dilakukan. Seperti telah disebutkan, pengerasan jalan ini menyangkut penyiapan jalan yang sangat padat saat itu dalam kondisi layak dilalui di Hindia Belanda (pengangkutan material untuk keperluan pembangunan jalan kereta api yang akan dibuka dan untuk perkebunan) tanpa menghambat lalu-lintas, merupakan hal yang tidak mudah dilaksanakan. Pada tahun 1913 jalan yang keras diperlebar, sementara sebagai akibat lalu-lintas yang ramai (60 ton per hari) sejumlah besar dana harus disediakan pada tahun 1913 dan 1914 untuk perawatannya. Sementara, beaya pembukaan dan pengerasan mencapai f 760.528 seluruhnya. Pada tahun-tahun tersebut untuk perawatan disediakan tidak kurang dari f 60.840 dan f 117.500. Kini jalan berada dalam kondisi baik, sehingga beaya perawatan ini berkurang tajam.
Hubungan dengan Tapanuli dan selanjutnya dengan Pantai Barat Sumatera kini dilayani sepanjang jalan Toba. Jalan ini merupakan penghubung jalan lalu-lintas darat di Sumatra antara daerah tersebut dan Pantai Timur Sumatera (lihat pada peta yang telah disebutkan di atas) yang juga menghubungkan tanah Toba yang subur dan berpenduduk padat (lembah antara Balige dan Porsea) dan Uluan dengan Simalungun.
Jalan ini, sebuah proyek pembangunan jalan yang besar, dibuka oleh Insinyur E. Fels yang ditunjuk untuk menangani urusan itu, dalam Keputusan Direktur PU tanggal 16 Desember 1911 nomor 19601 setelah berbagai informasi ekonomi mengenai perhubungan dan daerah yang dilewati jalan itu ia cari, ia kumpulkan dan ia petakan. Jalan ini sangat penting sebagai jalur pengangkutan produk bagi daerah Toba, yang kemudian dinamakan jalan Toba.
Dalam aspek ekonomi jalan ini juga penting untuk daerah perkebunan di Simalungun, dan juga untuk mengangkut padi dari persawahan di Tapanuli. Di daerah ini tinggal sekitar 100 ribu orang dengan sekitar 24 ribu hektar sawah. Namun, pada masa perang meskipun ada larangan keras dan pengawasan polisi yang luas dipertahankan, dengan berbagai cara padi bisa diangkut masuk melalui pantai timur dan juga izin dapat diminta serta diperoleh untuk mengangkutnya. Tenaga kerja dari Samosir yang digunakan sebagai buruh bebas bagi aktivitas tertentu di berbagai perkebunan (selama pembukaannya) lebih mudah mencapai daerah ini lewat Parapat melalui sepanjang jalan Toba. Sementara itu imigrasi orang Toba yang dibahas lebih banyak dalam Bab III, didorong untuk menjalin hubungan lebih baik.
Pada 15 kilometer pertama dari Pematang Siantar, jalan ini memotong 8 jalur air penting, yakni Bah Bolon, saluran dari Bah Korah, Bah Biak, Bah Buldakbuldak, Bah Sapuran, Bah Hilang, Bah Birung dan Bah Kasindir. Selanjutnya, ada beberapa selokan dan sebuah jembatan indah yang dibangun melengkung di atas kolam air di depan Parapat. Ketika melewati tempat ini akan dijumpai jembatan di atas Binanga Sorasora dan Mursahan.
Beaya pembangunan jalan Toba rata-rata mencapai f 16.600 per kilometer (dengan jumlah seluruhnya f 200.000). Jalan Toba menanjak dari Pematang Siantar sampai Aek Naoli, sebuah deretan pegunungan dekat dengan batas pegunungan danau itu, bisa dibandingkan dengan lereng penyeimbang. Pada KM 143, atau 11 kilometer dari Pematang Siantar, orang menanjak dari 400 meter sampai 580 meter, kemudian mengikuti sebuah jalur horisontal sampai KM 147. Setelah itu menanjak lagi sampai KM 162 pada ketinggian sekitar 1100 meter. Di pegunungan pembatas kenaikan lebih landai (sekitar 1/40) sampai ketinggian 1200 meter, hingga dicapai batas. Dari sini jalan menurun sampai Parapat (910 meter) sedikit di atas permukaan danau, jalan itu kembali naik melalui daerah Girsang dan Sipangan Bolon (Tanah Jawa) sampai mendekati titik puncaknya di perbatasan Tapanuli (1263 meter).
Di depan Sibaganding, jalan mengikuti aliran danau Toba, dimulai dengan ketinggian sekitar 150 meter di atas permukaan air kemudian perlahan-lahan menurun sepanjang aliran ini sampai daerah sawah di Parapat. Bagian jalan yang begitu kaya dengan pemandangan alam ini memberikan panorama sangat indah di danau Toba dan lingkungannya. Batu-batu besar hitam menonjol dekat lereng gunung yang berkilauan oleh sinar matahari di sisinya. Di sini warna itu berubah dengan aneka warna hijau menghiasi bagian atasnya, menuju keindahan menakjubkan karena sinar yang berubah itu hingga kini tampak seperti hutan gelap, kemudian kembali menghijau atau hijau zamrud. Kampung yang tersembunyi di antara pohon-pohon dan bambu yang tumbuh menambah keindahan daerah ini. Semenanjung yang membentang di danau ini dalam kondisi panas menyengat nampak berkilauan. Tuktuk Sipiak, semenanjung yang membentang ke danau di Parapat dan tempat ini menawarkan suatu pesanggrahan indah dan kompleks zending dengan gerejanya yang indah, bagaikan surga di mana orang akan tetap hidup apabila tidak ada kewajiban yang memanggil kita di tempat lain.
Dekat dengan Sibaganding ada sebuah terowongan kecil. Selain itu jalan sepenuhnya berubah di lereng gunung berkarang. Sebagai akibat dari longsoran batu yang mencolok di sini, menurut Dr. Hangeveld gempa bumi, bagian karang yang menggantung bisa jatuh ke bawah. Juga aktivitas hidrolis air bawah tanah di tanah di tanah lembut dapat mengakibatkan kelongsoran kecil (tentang ini akan dibicarakan di bagian 3). Panjang jalur Pematang Siantar – batas Tapanuli adalah 57 kilometer.
Jalan ini pada awal 1920 terbuka bagi lalu-lintas umum. Suatu jalan lain sangat penting adalah dari ibukota sampai Pematang Tanah Jawa dan dari sana daerah irigasi Bah Tungguran. Dalam Keputusan Pemerintah 31 Mei 1916 nomer 17 dana sebesar f 10.500 disediakan untuk mengukur sambungan Pematang Siantar – Pematang Tanah Jawa – Pasir Mandoge (jarak 57 kilometer). Jalur ini tetap hampir sejajar dengan garis pantai sedikit di atas permukaan laut dan memotong sejumlah jalan air di lahan itu yang dalam.
Jalan ini membuka daerah Simanuk Manuk yang sulit dicapai (Asahan Hulu) dan menjadi bagian dari sambungan Kuta Cane (tanah Alas), Kaban Jahe (tanah Karo), Pematang Siantar, Asahan Hulu, Bila, Pane, Rokan, Pekan Baru (dalam peta di atas). Pada tahun 1916 dan 1917 di tempat ini tidak ada jalan lain yang ada kecuali sebuah jalan pedati sampai kompleks perkebunan Marihat yang terletak 5 kilometer dari Pematang Siantar. Jalan ini bisa dilewati mobil. Hubungan di sepanjang jalan ini sangat sedikit. Hanya raja Tanah Jawa dan beberapa rakyatnya saja yang menggunakan jalur ini. Setelah ini masa hubungan perkebunan, terutama pedati sapi yang mengangkut material untuk perkebunan Balembengan, Bah Kisat dan Marimbun dibuka oleh PT. Amsterdam. muncul, sementara pembukaan pembukaan daerah irigasi Bah Tungguran juga ikut mendukung kebutuhan untuk menambah hubungan. Kini juga ada perjalanan ke Tanah Jawa yang memadai untuk menilai kemajuan yang dicapai.
Lalu-lintas padat oleh pejalan kaki, pedati sapi dan mobil, sebuah pasar yang ramai di Tanah Jawa, adanya beberapa perkebunan teh dan daerah irigasi yang telah disebutkan dapat ditunjukkan bahwa kondisi zaman sangat berpengaruh pada perkembangan daerah ini. Puluhan mobil sewaan mengangkut beberapa penumpang pribumi, Cina dan yang lain. Pengangkutan hasil bumi sangat banyak dan perdagangan kecil berkembang mentakjubkan. Kebangkitan ini, dengan memperhatikan berbagai faktor yang disebutkan di atas, tidak bersifat sementara. Karenanya, patut disesalkan bahwa proyek yang dimulai oleh pemerintah untuk merawat jalan ini dan menarik ke Asahan Hulu karena penghematan dalam keuangan negara harus dihentikan.
Meskipun dicoba dengan berbagai cara, juga dengan bantuan perkebunan yang terkait, untuk menyediakan dana memadai untuk menyelesaikan seluruh proyek ini, tidak berhasil untuk mencapai hasil yang dikehendaki. Sambungan dengan Batu Bara dan Asahan Hilir dibuka melalui jalan lewat Perdagangan menuju Labuan Ruku. Trayek Pematang Siantar-Perdagangan (42 kilometer) dibuka dalam kerja wajib, sebagian besar semi-keras dan kini termasuk jalan perkebunan, yakni yang dirawat oleh pihak PU lokal dari daerah perkebunan Pantai Timur Sumatera. Setelah melewati Perdagangan, melalui Bah Bolon di atas jembatan yang dibangun di sana pada tahun 1918 dan masih membentang 6 kilometer panjangnya lewat daerah Simalungun. Dekat tempat kedudukan kontrolir Batu Bara jalan ini menuju jalan raya dari Medan ke Tanjung Balai.
Di daerah Bandar dua jalan cabang dengan panjang 7 dan 9 kilometer, menghubungkan ibukota Pematang Bandar dengan jalan ini. Jalan pertama berada di kompleks perkebunan Karasaan, jalan kedua berada di daerah irigasi Bandur Meratur dekat Nagori Bandar. Sebuah jalan penting lain adalah jalan lewat Raya dan Purba menuju Saribudolok (63 kilometer letaknya dari Pematang Siantar). Di jalan ini akan dijumpai dua jembatan, yakni di atas Bah Binomon (KM 149) dan di atas Bah Kuwo (KM 154).
Jalan mengikuti jalur yang menanjak sangat menguntungkan secara bertahap dari 400 meter (Pematang Siantar) sampai 1400 meter (Saribudolok) melalui daerah lereng Raya, antara pegunungan pusat Simbolon dan pegunungan batas danau Toba letaknya. Sejak pembukaan jalur kereta api ke Tebing Tinggi, jalan ini menunjukkan makna karena produk Raya, Purba dan daerah-daerah melewati Saribudolok, sejak ini sampai ibu kota diangkut untuk dipasarkan atau dengan kereta diangkut lebih jauh. Pada tahun 1917 perbaikan dekat dengan Saribudolok dilakukan yang mengakibatkan pemendekan jarak sekitar 3 kilometer. Saribudolok dihubungkan melalui sebuah jalan keras dengan Kaban Jahe (35 kilometer) di tanah tinggi Karo dan Medan (jarak Medan ke Kaban Jahe adalah 81 kilometer).
Dari Saribudolok pada tahun 1912 dibuka sebuah jalan melalui Buayapas ke Bangun Purba, sehingga Saribudolok bisa dicapai dengan mobil Lubuk Pakam. Pada masa yang sama, jalan simpang menuju Haranggaol dibuka yang jalurnya tidak hanya penting bagi lalu-lintas wisata, tetapi juga bagi perdagangan domestik, yang bisa diduga ketika pada hari-hari pasaran padat di Haranggaol dan Saribudolok (Senin dan Kamis) sejumlah pedati lembu membawa batang dari seberang danau toba melalui tanjakan pantai yang sulit di Haranggaol menuju pasar dan kembali mengangkut kain, garam, ikan asin dsb.
Jalan simpang dari Pematang Siantar ke Saribudolok dari Simpang Raya (KM 147) menuju Tigaras memiliki makna penting bagi penyelesaian jalan Toba, karena hubungan dengan Tapanuli saat itu sebagian besar dilakukan dan dari sana dengan perahu atau kapal motor komunikasi dengan Samosir dan Balige dipertahankan. Kini jalan ini hanya bermakna sekunder bagi perdagangan domestik dan kampung-kampung sekitarnya. Pada KM 139 di jalan Toba masih ada jalan simpang ke Sidamanik, yang merupakan penghubung daerah ini dengan Siantar dan kurang berarti. Yang lebih terkenal daripada jalan ke Tigaras, jalan ini tidak dibuka di punggung gunung yang membentang.
Sebagian besar jalan kereta pedati yang terawat dijumpai di hampir semua perkebunan, sehingga jaringan jalan di Simalungun yang belum mencapai sepuluh tahun, yang merupakan jalan menyangkut sambungan utama, lebih dari 300 kilometer panjangnya, terletak di perkebunan pertanian besar, beberapa kilometer panjangnya. Kampung-kampung yang terletak di pedalaman saling dihubungkan dengan semua jalan setapak dan dengan jalan raya.
GUNUNG DAN SUNGAI
Seperti telah kita lihat, Simalungun terdiri atas daerah pegunungan yang terletak lebih kecil di barat dengan dataran tinggi yang berbatasan di selatan, dan daerah lereng bukit yang secara ekonomi lebih penting, dengan pinggir pegunungan mengalir danau Toba menuju dataran rendah yang terletak di Timur laut.
Tanah pegunungan ini sulit didaki, tetapi bersambung dengan daerah perbatasannya.
Di sebelah barat Dolok Barubu, celah Buaya (disebut demikian menurut rantai pegunungan Buaya) menghubungkan antara Simalungun hulu dan Serdang. Semakin ke timur lereng Dolok ini menjadi peghubung daerah ini dengan Padang Bedagei. Kemiringan yang bergelombang, semakin membentang ke arah dataran rendah, merupakan jalan kaki yang sangat sulit ditembus. Karang curam yang menjepit jalan, ngarai dalam dan juga sambungan perbukitan sangat mempersulit perjalanan yang melalui daerah ini. Di daerah berbagai sumber air tersedia yang mengalir ke arah hilir menuju sungai Perbaungan, Bedagei dan Tebing Tinggi.
Daerah Dolok Silau dihimpit oleh rangkaian yang terbentuk dari Dolok Simbolon yang sedikit menjulang dari daerah sekitarnya, membentang sejajar dari Pematang (cara menulis ditambah dengan e, tetapi yang lebih tepat adalah Pamatang) Raya dengan jalan raya dari tempat ini menuju Saribudolok.
Semakin ke timur, Ttnah lereng yang besar dan lebar membentuk daerah Panei, Siantar dan Tanah Jawa, dimulai dari pegunugan pinggir danau Toba dan membentang di sepanjang sungai-sungai yang memotong sedalam 100 meter, sebagai arus pegunungan yang mengalir ke hilir dan kemudian bersama-sama mengalir ke laut bagaikan kolam yang besar. Sungai-sungai ini di Simalungun tidak bisa dilayari dengan perkecualian beberapa bagian kecil di arus hilir Bah Bolon dan Bah Pamudian.
Lereng itu umumnya mengarah ke timur (di mana sungai-sungai juga mengalir) dan tidak hanya muncul di permukaan tanah, tetapi menurut penelitian geologi juga terdapat di bawah tanah. Pelipatan itu teratur sehingga pergeseran tanah gunung menuju bukit dan dataran rendah tidak terasa. Jalur Pematang Siantar-Pematang Tanah Jawa hampir 400 meter tingginya: Dalam jarak 25 km dari laut, tanah itu tingginya sekitar 100 meter di atas permukaan laut dan di sepanjang kaki gunung danau Toba tingginya lebih dari 1200 meter. Kemiringan di bagian yang tinggi dari gunung ini dari bentangan selebar 60 sampai 75 kilometer mencapai 1/90 hingga 1/50 dan di bentangan antara 100 meter dan 400 meter ketinggiannya 1/300 sampai 1/75.
Dari puncak tertinggi di deretan pegunungan danau Toba, yang memisahkan tanah lereng ini, pertama-tama kita menyebutnya Dolok Simarjarunjung di sebelah utara Tiga Ras. Ternyata pegunungan ini terdiri atas 4 puncak yakni Guriang Manalu, Tuktuk Malayu, Parik Sijonnaha, dan Dolok Simarjarunjung (nama-nama puncak ini dalam keterangan mengenai daerah Panei dan Raya diungkapkan sangat tidak cermat dan tidak tepat). Lebih ke arah tenggara terdapat Dolok Batu Mardinding (1608 meter) dan selanjutnya Dolok Marpalatuk (1770 meter), Dolok Sisae-Sae (1764 meter), Dolok Batu Loting (1810 meter), Dolok Sipolung (pada peta disebut Sipoldung), Dolok Siabal Abal dan Dolok Parparean, yang tiga terakhir ini lebih rendah dan merupakan lereng barat daya dari Dolok Simanuk Manuk di perbatasan Asahan dan Tapanuli.
Di rangkaian puncak ini Dolok Pangulubau yang terletak di titik temu perbatasan antara Asahan dan Simalungun serta Tapanuli, menjadi ujung batas Pantai Timur Sumatera dan Tapanuli dengan batas Asahan dan Simalungun.
Di pegunungan ini berbagai kolam dan aliran bermata air dan akhirnya menyatu dengan dua sungai besar yang memiliki daerah aliran di daerah Tanah Jawa, yakni Bah Tungguran dan Bah Boluk, di mana terletak daerah irigasi bah Tungguran dengan luas 500 hektar. Juga kedua sungai ini bersama-sama menjadi satu aliran di selatan Perdagangan, yang di tempat ini melebur dalam Bah Bolon. Bah Bolon bermuara di laut sebagai Sungai Tanjung.
Bagian barat laut dari tanah miring ini dibentuk oleh Panei Hulu dan dataran tinggi Sidamanik yang terletak di selatannya. Rata-rata ketinggian daerah ini adalah 1200 meter. Garis tertinggi dari dataran tinggi yang terletak di atas Pematang Siantar membelok dalam lingkaran konsentris dengan Pematang Siantar sebagai titik tengah menuju rantai Simbolon dan dataran tinggi pinggiran danau Toba yang telah disebutkan. Di sini tanah miring Raya Hulu yang terletak di antaranya merupakan jalan masuk alami menuju dataran tinggi yang terletak di sebelah utara danau Toba ( Purba dan sekitarnya).
Dalam pergeseran ini dijumpai sebuah wilayah yang letaknya menguntungkan yang mendaki sekitar 400 sampai 1400 meter tingginya, cocok untuk jalan yang menghubungkan Pematang Siantar dengan Saribudolok dan Tanah Karo.
Sipiso-piso View |
Di tanah pegunungan yang membentang di Raya Hulu Bah Hapal dan sungai-sungai yang termasuk daerah aliran Bah Bolon yang mengalir di sepanjang Pematang Siantar, memiliki mata air. Seperti Tanah Batak lainnya, sungai-sungai ini memotong ngarai yang dalam. Tanah pegunungan tersebut memiliki puncak tertinggi di Dolok Simbolon (1511 meter) dan di bagian timur menjulang Dolok Simarito (1355 meter). Keduanya kemudian digunakan untuk menyebut perkebunan yang terletak antara kelompok gunung ini dan Pematang Siantar. Beberapa puncak lain di daerah pegunungan tengah yang mencapai ketinggian dari 900 sampai 1000 meter adalah Dolok Simarsumpit, Dolok Sangkilsipilit, Dolok Simarsolpah, dan Dolok Sirampogos yang berada di bagian paling barat.
Di sebelah utara pegunungan ini terletak dataran utara daerah Dolok, yaitu Bandar Hanopan dan Nagori Dolok yang disebut juga sebagai kampung-kampung utama. Di lereng utara pegunungan Simbolon, terdapat mata air Sungai Ular, Sungai Perbaungan, Sungai Mengkudum, dan Bah Bulian atau Sungai Padang (sungai Tebing Tinggi).
Secara hidrografi, Simalungun bersama seluruh pantai timur Sumatera termasuk kawasan Selat Malaka. Sungai-sungai itu semua mengalir ke arah yang sama (tumur laut) yang tidak bertemu dalam sistem besar, mengingat daerah pantainya terlalu sempit untuk itu.
Sungai terpenting adalah Bah Bolon yang sebagian besar alirannya menjadi pembatas antara Siantar dan Tanah Jawa yang mengalir di sepanjang Pematang Siantar dan Perdagangan, yang mengalir ke laut sebagai Sungai Tanjung. Daerah alirannya memiliki luas sekitar 2000 kilometer persegi, terutama dibentuk oleh cabang kanan. Bagian atas daerah ini berupa dataran tinggi Tanah Jawa dan Siantar yang dikenal tanahnya sangat subur.
Di bagian datar dari Tanah miring Simalungun terdapat kolam air yang luas, yang disebut longo di Bandar, di Tanah Jawa dan tempat lain disebut bawang. Dari longo di Huta Raja (Bandar) di aliran hulu Bah Lias, masyarakat memperoleh pengairan untuk daerah irigasi Bandar Maratur. Berkat sebuah bendungan yang kokoh dan beberapa proyek pengairan, kolam ini diubah menjadi waduk.
Di Tanah Jawa orang mengenal Bawang Sihambing dan Bawang Siusar di daerah alang-alang antara Raja Maligas dan Huta Bayu, yang datarannya disebut sebagai Rih Ninggol (rih adalah alang-alang dan Ninggol adalah sejenis pohon). Di dataran Rih Jambu dekat Raja Hombang terletak Bawang Siringan-Ringan dan Bawang Nasorsor. Di selatan Huta Bayu dijumpai Bawang Siuwak-Uwak.
Di Raya, dulu orang menemukan Bawang Silo Raya. Namun, beberapa puluh tahun yang lalu kolam ini mengering, yang dianggap oleh penduduk sebagai pertanda sangat buruk (simandatang). Ketika itu ibu raja Raya Tuan Rondahaim meninggal.
Di daerah ini orang masih menjumpai Bawang Huta Rih, yang juga disebut Rawang Huta Rih. Di sekitar Simpang Raya (Panei) terletak Bawang Bilik.
Meskipun tidak seluruhnya berada di dalam wilayah onderafdeeling ini tetapi danau Toba dengan keindahan alaminya yang menjadi daya tarik bagi wisatawan, tetap penting untuk dibicarakan. Sebagian danau ini diduga termasuk Simalungun, yakni di sepanjang batas timur dari utara sampai ke Parapat dan pedalaman Sipiak, sepanjang sekitar 40 km. Seluruh panjang danau ini mencapai 90 km, lebar maksimal 35 km. Luas danau ini dua kali luas danau Jenewa dan 12 kali luas danau Singkarak.
Dari aliran timurnya orang bisa melihat Pulau Samosir yang membentang ke utara di seberang, sepanjang 45 km yang memiliki lebar terbesar 20 km, tetapi di sebelah utaranya terletak pantai Tanah Dairi yang berada di antara Pangururan di Samosir dan Silalahi dekat Tongging. Daerah ini menciptakan kesan seolah-olah dibelah dengan pisau, dengan dinding curam setinggi 700 meter di danau. Dinding ini tampak tegak lurus di sisi luar, yakni sisi barat Tanah Dairi.
Danau ini terdiri atas dua bagian yang saling dipisahkan oleh Samosir dan dihubungkan dengan selat kecil antara Samosir Selatan dan Uluan di sebelah timur pulau ini serta antara Samosir dan daratan Tapanuli (sebelah barat Samosir). Bagian selatan memiliki titik potong jauh lebih besar dari barat ke timur daripada sebelah utara. Di pantai selatannya terletak Balige.
Permukaan danau, 906 meter di atas permukaan laut, pada musim kemarau tampak bagaikan genangan air rata, tetapi segera setelah angin barat bertiup kencang, air tampak berbuih dan mendidih di danau itu sehingga pelayaran dengan perahu kadang-kadang tidak dimungkinkan karena membahayakan kehidupan (lihat untuk angin yang menyebabkan badai ini pada halaman 20).
Dalam pengukuran yang dilakukan oleh kontrolir Toba saat itu, Philips sepuluh tahun lalu ditemukan kedalaman danau lebih dari 500 meter. Namun, orang menduga bahwa kedalaman masih lebih dalam terutama di bagian utara.
Orang Batak menduga bahwa di masa lalu di lokasi danau ini terdapat sebuah gunung tinggi yang pada saat tertentu roboh. Penduduknya (bagi orang Batak mahluk prasejarah) melarikan diri dan para lubu, yang kini yang masih hidup di Mandailing, adalah keturunan mereka. Pandangan ini tidak jauh berbeda dengan hipotesa yang diciptakan setelah penelitian geologi tentang kemunculan danau itu. Sebagai akibat aktivitas gunung berapi, orang menduga danau itu pasti muncul dalam masa geologi termuda melalui penenggelaman gunung yang berlangsung sangat cepat.
Daerah TOMOK di tepi danau toba |
Pengukuran geologi atas danau Toba dilakukan pada tahun 1894 oleh Wing Easton (suatu pengukuran geologi di Tanah Toba dalam majalah pertambangan tahun 1894 jilid XXIII) yang meneliti aliran selatan; kemudian pada tahun 1904 oleh Bucking meneliti aliran utara; oleh Volz pada tahun 1909 diteliti aliran barat dan selatan dan akhirnya oleh Dr. Klein pada tahun 1915-1916 dengan aliran timur. Laporan sementara hasil penelitian ini diterbitkan dalam TNAG jilid LXXVII.
Pantainya sedikit stabil baik sebagai akibat gelombang yang khususnya kuat di sebelah timur danau akibat angin barat yang bertiup kencang dan permanen di musim hujan maupun ketinggian tanah. Di sisi barat garis pantai, aktivitas danau bersifat mengikis, tetapi di sisi lain garis itu bersifat konstruktif. Dengan penurunan kembali penurunan permukaan danau muncul kolam pasir (binanga), terdiri dari pasir dan batuan kerikil yang membentuk dataran abrasi miring menuju kedalaman danau, dimana kebakaran besar sering terjadi yang menyebabkan bongkahan-bongkahan batu tergeletak. Sebagai contoh di sini ditunjukkan pada Tuktuk Sipiak, semenanjung Parapat, tempat beberapa pulau karang kecil berada.
Erosi yang mengikis kembali di pinggir pegunungan lama membentuk delta yang menjorok dari binanga yang bergeser. Tempat-tempat ini sangat labil. Dahan dari tanaman menggantung di danau ini, ketika membangun dermaga untuk kapal dapat memanfaatkannya agar bisa dibangun sedalam mungkin di daratan (informasi ini diambil dari laporan Ir. E. Fels mengenai penelitian tempat-tempat terbaik bagi pelabuhan di pantai danau Toba).
Seperti delta ini yang sekarang dapat diukur pada garis pantai, yang lain juga muncul pada ketinggian 250 meter di pinggir pegunungan itu. Semua itu tampak sangat jelas dilihat dari jalan Toba pada lereng Dolok Sipolung, sehingga dapat disimpulkan bahwa permukaan danau pada masa lalu pasti lebih tinggi.
Di sepanjang pantai Simalungun, beberapa teluk yang sangat cocok untuk berlabuhnya perahu dapat ditemukan, yakni dari utara ke selatan adalah Haranggaol, Tambunrea (di selatan Tuktuk Sirumonggur, semenanjung Tiga Ras, yang dalam perjalanan dikenal sebagai de Kameel), selanjutnya Panahatan, Sibaganding, Sipiak dan dataran di perbatasan Tapanuli dekat Ajibata, di mana terdapat pasar Tiga Raja.
KONDISI TANAH (INFORMASI GEOLOGI DAN KONDISI TANAH)
Berbagai penelitian ilmiah tentang tanah di Simalungun telah mengarah pada penilaian kesuburan yang tidak terlalu menggembirakan hasilnya, khususnya menyangkut tingkat kesuburan yang tinggi. Simalungun memiliki aspek khas batu-batuan, seperti yang muncul di berbagai tempat di Sumatra. Lapisan atas tanah biasanya dibentuk oleh lapisan humus tipis tetapi cukup kaya; lapisan humus ini sangat tebal di hutan-hutan. Bagian di bawahnya sebagian terdiri atas mineral yang tidak larut (banyak kwarsa dan sedikit besi magnet), sebagian terdiri atas unsur mudah larut pemberi kesuburan (termasuk juga banyak orthoklaas, mikrolit, sanidin, beberapa plagioklas dan selanjutnya biotit dan kandungan hoordblende yang termuat dalam sebuah kandungan besar dari unsur-unsur vulkanis yang mudah larut).
Suburnya Tanah Pertanian Di Tanah Simalungun |
Tanah bagian bawah di seluruh tebing sampai dekat ke pantai sebagian besar terbentuk dari tanah batuan kwarsa masam. Di tepi danau Toba seperti yang akan diuraikan di sini lebih lanjut, ditemukan batuan vulkanis lain. Juga di sekitar gunung Simbolon terdapat suatu keunikan menarik, karena di sini batuan yang menonjol dalam masa geologi akhir pada struktur tanah telah menciptakan pengaruh menguntungkan, batuan yang memiliki sifat lebih dasar.
Menurut catatan pada peta yang termasuk karya H.C. Bongers dalam Mededeelingen dinas penerangan pertanian (nomer 5, 1921) muncul tulisan yang berjudul: ”Gambaran Umum Tanah yang Muncul di Wilayah Sumatra Timur (dengan perkecualian Bengkalis)”, tanah Siantar hanya memiliki kandungan kapur 0,06 sampai 0,07% dan 0,01% kandungan asam fosfor. Dr. G. J. N. Hengeveld memberikan kandungan sekitar 52-57% pasir.
Menurut penelitian ahli agrogeologi tanah Dr. Mohr pasir ini tidak ada (seperti yang sebelumnya diduga) pasir ini terdiri atas kwarsa, tetapi jumlah besar batuan lapangan terutama memuat batuan kali (sanidin).
Dr. Klein yang mengadakan penelitian pada tahun 1915 dan 1916, menemukan dua kandungan granit antara Tiga Ras dan Parapat, selanjutnya batuan kapur karbon dan tanah liat, batuan pasir kwarsa kasar, batuan liparit dan unsur-unsurnya, lapisan andesit (di Tiga Ras) dan lapisan liparit di Sipiak yang terletak dekat Parapat di danau Toba.
Adanya keretakan dan potongan di tanah menunjukkan bahwa gempa bumi di sini sangat keras menggoncang tanah. Bukit batuan kapur di danau Toba menunjukkan topografi yang tidak teratur. Batuan kapur kristal kelabu yang dijumpai di sini bisa digunakan sebagai bahan pengeras yang mahal untuk jalan Toba. Menurut kesimpulan yang diterbitkan oleh Dr. Hengeveld dalam tulisannya yang berjudul “Gambaran Geologi tentang Bagian Lahan dan Jalan di Jalan Toba” (Majalah Waterstaatsingenieur nomer 2 tahun 1920), batuan kapur ini, untuk pengolahan semen, memuat kandungan magnesium terlalu besar (beberapa melebihi 3 sampai 5%) sehingga proses pengeringan semen itu menjadi sangat lambat, sehingga pada proses penyiapannya memerlukan waktu lebih banyak. Penggarapan ini disertai dengan peningkatan volume, sebagai akibatnya, bangunan yang didirikan akan retak atau roboh. Para ahli lainnya meragukan kebenaran dugaan ini.
Dr. Hengeveld menduga bahwa Parapat dan sekitarnya terdiri atas batu apung dan batuan vulkanis. Batuan ini kebanyakan kaya akan kwarsa. Di daerah ini fosil ditemukan, yang dengan keretakan tanah liat tampak dari permukaan tanah yang retak.
Peletakan batu padas horisontal sangat jelas tampak dalam penebangan atau penggalian jalan Toba. Batuan padas di sana-sini memiliki sebuah konstruksi padat, terutama sangat bebas dan berpasir. Formasi batu padas terpecah. Di tanah demikian, Dr. Hengeveld berkata, segera air hujan akan meresap sehingga sedikit air yang tampak pada permukaan. Air ini mengalir menuju lapisan perantara yang lebih mudah menembus dan kemudian mengalir di sepanjang lapisan ini, mencari jalan keluar menuju bagian lahan yang lebih rendah, sebagai pembuka jalan atau penampungan kolam. Dengan melewati Parapat, di mana-mana orang melihat celah sempit memanjang di tanah, akibat dari pergeseran lapisan bawah tanah, yang muncul melalui pengaliran air, yang membawa serta bagian pasir lepas. Sebagai akibat tekanan hidrostatis yang muncul di tanah, saat itu terjadi longsor.
Suatu prinsip serupa adalah tanah tebing yang berbentuk kurang teratur di Simalungun. Jadi, di perkebunan Naga Huta sebagai akibat dari sebab-sebab yang sama, yang pada saat tertentu karena hujan deras dan aktivitas tanah di sekitarnya kekuatan meningkat, pada tahun 1919 terjadi pergeseran lahan dalam ukuran besar. Ketika itu lebih dari 10 ribu pohon teh hancur, sebuah ngarai yang dalam muncul dan kerugian besar terjadi pada konstruksi jalan dan jembatan. Di mana-mana di daerah irigasi para insinyur dan para petani harus menghadapi kesulitan serupa.
Petak-petak penting sawah berkali-kali dialiri dengan cara yang sama. Di bagian bawah dekat Perdagangan pada bulan Desember 1918 muncul sebuah ngarai sekitar 200 meter panjangnya, 12 meter dalamnya dan 20 meter lebarnya pada waktu kurang dari 12 jam. Air sawah berlimpah yang ditambah dengan hujan yang jatuh, dapat berkurang volumenya ketika dialirkan di sepanjang kanal pengairan yang dapat mengakibatkan sesuatu yang berlebihan. Sebuah jalan penghubung Pematang Siantar – Perdagangan dibangun dengan sebuah parit batu untuk mengalirkan air.
FLORA DAN FAUNA
Penampang tanah yang begitu dikenal sekarang sebagai daerah perkebunan Simalungun sangat berubah setelah munculnya industri pertanian besar. Lahan teh yang luas, tanaman karet yang membentang, kebun-kebun kopi di sana-sini, sejak belum lama ini, juga terdapat tanaman serat dan minyak kelapa, hutan dan lahan alang-alang muncul kembali. Lahan alang-alang masih mencakup sebagian besar tanah, terutama di bagian paling selatan. Hanya di lembah sungai yang dalam dan di puncak bukit yang tinggi, orang masih menjumpai hutan yang belum ditebang. Juga bagian paling timur Tanah Jawa masih ditutup dengan hutan belukar.
Selain terdapat perkebunan Eropa lengkap dengan irigasinya, yang dikerjakan pada tahun 1914, aspek tanah di berbagai daerah sangat berubah.
BENDUNGAN SIMALUNGUN - BENDUNGAN KERASAAN |
Selain itu orang melihat lahan alang-alang luas, yang diselingi dengan ladang dan kampung-kampung yang muncul seperti pulau, dilengkapi dengan dengan tumbuhan bambu dan pohon-pohonan. Penggundulan hutan yang selalu terjadi sejak bertahun-tahun sebagai akibat pembakaran tanaman merupakan penyebab bahwa tanah di banyak tempat memiliki lapisan humus tipis, kecuali peristiwanya berbeda, sehingga jumlah tanah kering menjadi semakin luas. Namun, tanaman dan pertanian sawah di Simalungun kebanyakan berupa lahan, yang bisa memenuhi harapan yang pada mulanya hanya dilontarkan orang.
Di hutan yang di sana-sini masih menghasilkan panen di lahan tropisnya, pohon belukar yang berdiri tegak lurus memotong batang yang berdiri tandus dan sebuah tumbuhan daun tebal menutup bunga, yang tumbuh di mana-mana. Di tanah orang menemukan bunga yang berjatuhan sering tersebar. Warna ujung daun yang berwarna-warni memberikan pemandangan baik bagaikan bunga. Sulur melilit di belukar, sehingga mempersulit jalan masuk terutama pada hutan semak yang tebal. Tunas pohon yang dominan menunjukkan mahkota pohon yang beragam di banyak tempat.
Keindahan hutan yang belum ditebang pasti tidak terdapat di daerah permukiman, karena tanah itu telah berpenduduk dan tanahnya telah diolah untukmenanam sesuatu yang bermanfaat. Penduduk bila telah memperoleh pengaruh dari luar akan berbeda. Lahan itu ditanami berbagai jenis pohon yang dikenal di daerah Sumatra lainnya, seperti halnya kayu jati yang jenisnya baik. Perawatan tanaman yang panjang dari tanaman yang tumbuh tidak dimuat dalam buku ini. Di sini hanya beberapa informasi akan disebutkan yang khusus berada di wilayah Simalungun.
Singkam disebut “raja” pohon. Kayu ini berwarna merah, sementara kulitnya atau juga kerak pohon dengan daging yang terkupas dimasak untuk menutup selera yang kurang nikmat. Solu, perahu besar yang dikenal yang melayari danau Toba dibuat dari kayu Maranti, Banepura, Gorat, Ingul (kayu surian), Mampat, dan beberapa jenis lainnya. Kayu Nangka, jenis pohon roti, digunakan orang untuk membuat sapa, papan kayu untuk menyajikan nasi yang mereka makan bersama-sama, sementara lauk-pauk dihidangkan secara terpisah. Kandang kerbau dan batang penariknya (untuk gonrang, bahasa Melayunya gendang) orang membuatnya dari kayu Sarimarnaek. Sona yang terkenal (bahasa Melayu Angsana) menghasilkan kayu untuk membuat pisau dan tombak, sementara kayu Gambiri untuk membuat peti mati dan membuat topeng. Juga Buwang Jaka (lihat Bab III sub 2k) terbuat dari kayu. Dari kayu pohon Dadap orang membuat papan, yang pinggirnya dipotong dalam persegi untuk tempat penyimpanan di rumah-rumah Batak. Kayu putih yang lunak dan penuh lemak dari Sitarak digunakan untuk penarik hewan. Kulit kayu Simarnangka dipakai sebagai bahan dasar hobon, tempat berbentuk silinder untuk beras, yang bisa dijumpai di lumbung-lumbung, diletakkan di atas tonggak. Akhirnya Unte Mukur (salah satu dari banyak jenis asam) disebutkan, yang menghasilkan getah buah yang menghasilkan panguras. Getah ini banyak digunakan dalam ibadah keagamaan.
HIJAUnya HUTAN SIMALUNGUN |
ILEGAL LOGGING DI HUTAN SIMALUNGUN SAAT INI |
Kini dibahas beberapa ulasan tentang fauna. hewan liar bersembunyi di hutan yang banyak tanaman tanahnya. Batak (barak, bahasa Simalungun) hanya kadang-kadang muncul. Barak dardar adalah yang paling berbahaya. Gajah banyak muncul di daerah Bandar, Tanah Jawa dan Raya Hilir. Orang Batak Simalungun membedakan empat jenis gajah, yakni gajah mutung sebagai hewan dengan gading hampir lurus berwarna putih; gajah hotang merupakan seekor gajah kecil dengan gading berwarna merah muda; gajah sarune memiliki gading bersendi, yang panjangnya antara 6 sampai 12 cm; dan akhirnya gajah sihujur dikenal dengan tapalnya yang lebar. Secara ilmu kebinatangan, (zoologi) keempat jenis gajah itu diduga termasuk satu jenis. 0rang Batak mengenal nama umum untuk gajah Nabolon (besar).
SITUS BATU GAJAH - DOLOKPANRIBUAN, TIGADOLOK |
HARIMAU SUMATRA |
Terakhir, sebagai wakil dari hewan-hewan besar yang berbahaya, kami menyebut gipul (bukan kibul, seperti kata Dr. Hagen), harimau hitam. Kadang-kadang hewan ini berwarna bintik putih, yang disebut oleh suku Batak sebagai Baruwang.
Di dataran tinggi orang menjumpai bedar, sejenis rusa liar. Daging dan tulang-tulangnya sangat enak menurut orang Batak. Sementara dari tanduknya bisa dibuat serbuk mesiu atau sarana untuk menenung. Selain itu juga ada kera, rusa, babi, jenis-jenis musang, tupai, dan berbagai hewan kaki kecil lainnya. Juga di sini suatu pembahasan lengkap tidak akan diberikan dalam buku ini.
Menurut sifat-sifatnya, kita hanya menyebut Apodui, sejenis tikus putih yang hidup dari akar bambu dan batang bambu yang digali dan Borong-borong atau Silo-silo, pemakan ikan, yang hidup di banyak sungai. Tentang ular sawah adalah yang terbesar (piton). Berbagai jenis hewan beracun seperti Duruk-duruk hijau, dareh yang hitam (dengan kepala dan ekor merah), Pangian bulan dan lebih banyak lagi yang muncul di Simalungun.
Dari dunia burung, dikenal berbagai jenis burung pemangsa (nama umumnya adalah Lali), burung bercula (onggang), burung bangau, berbagai jenis unggas dan ayam. Dan dengan ini kami memutuskan untuk menutup laporan tentang flora dan fauna Simalungun betapapun kecilnya.
CUACA
Seperti yang telah disampaikan, ada sedikit perbedaan antara cuaca sedang dari Pematang Siantar yang letaknya setinggi 400 meter, cuaca buruk dari Saribudolok, Purba dan Raya Hulu yang terletak setinggi 1400 meter dan cuaca lunak di danau Toba dan sekitarnya. Di mana-mana seperti di bagian lain Pantai Timur Sumatra, muncul dua kali musim hujan yakni pada bulan April-Mei, dan yang terbesar dari September sampai Desember.
Rata-rata curah hujan tahunan di Pematang Siantar adalah sekitar 3000 mM, yang jumlahnya rata-rata jatuh 132 hari hujan. Pada bulan September dan 0ktober rata-rata 300-315mM. Selama musim hujan biasanya jatuh hujan terderas pada bulan Mei (rata-rata 290-300 mM). Bulan terkering adalah Juli, sementara juga pada bulan Pebruari dan Maret biasanya sangat sedikit turun hujan (rata-rata 180 mM). Tibanya musim juga sangat tidak teratur. Musim kering yang lama jarang muncul. Rata-rata jumlah jam terang mencapai 7 jam per hari. Dari kondisi yang ada bisa dibuktikan, bahwa untuk tanaman teh, kondisi cuaca daerah ini sangat menguntungkan. Meskipun di perkebunan yang terletak lebih tinggi pengukuran menunjukkan bahwa di sana lebih banyak curah hujan yang turun, juga di sini kondisinya tidak kurang menguntungkan.
Temperatur Pematang Siantar berkisar antara rata-rata 23 derajad dan 24 derajad Celsius dan di Saribudolok antara 18 derajad 3 detik dan 19 derajad 6 detik Celcius. Pada bulan 0ktober sampai dengan Januari hawa paling hangat di sana; bulan Mei merupakan bulan terdingin. Temperatur turun per 100 meter kenaikan dengan setengah derajad Celcius. Pada bulan Juni sampai dengan Agustus angin barat yang kering dan gersang bertiup kencang. Semakin ke barat (tanah Karo dan sekitar Saribudolok) bertiup angin Fohnachtige Bohorok, yang disebut menurut daerah Bohorok (tepatnya: buah uruk) di Wampu, yang bertiup paling keras melalui celah Wampu dan kekuatannya masih terasa sampai di Langkat, tetapi juga melalui celah Buaya masih dapat bertiup, terutama daerah di sebelah utara Saribudolok dan Serdang Hulu. Kadang-kadang, Bohorok juga terasa sampai ke Siantar.
Pada bulan September atau 0ktober angin pasat timur laut (tentang angin, hujan dan badai, arus serta perubahan garis pantai danau Toba, lihat tulisan Ir. E. Fels dalam majalah Insinyur Pengairan tahun 1920 nomer 8), yang mencapai Sumatra sebagai sebuah angin yang lebih ke timur. Sebagai akibat celah di pegunungan pinggir di danau Toba, yang menjulang di sisi barat kolam utara minimal 700 meter di atas permukaan danau, mendadak angin pasat muncul di danau yang bisa tumbuh menjadi badai dan permukaan air ikut bergolak, sampai gelombang setinggi 1,80 meter bisa menjulang tinggi dan pelayaran dengan perahu bisa membahayakan kehidupan.
Angin penyebab gelombang oleh penduduk disebut Alogo Bolon (angin besar), sementara angin yang bertiup kurang kencang dari barat daya disebut Alogo Dahato. Menjelang masa ini angin berhenti bertiup, Alogo Tambun yang muncul dari tenggara merupakan ancaman badai. Karenanya angin terakhir ini disebut raja angin, yang mirip dengan badai ketika tampak kemunculannya; dari kekuatannya yang lembut penduduk menggunakannya untuk memisahkan beras dari kulitnya.
Angin kencang yang telah disebutkan bertiup menjelang sore hari, biasanya sampai tengah malam, tetapi kadang-kadang selama beberapa hari atau seminggu lamanya bertiup.
JALAN DAN JALAN SETAPAK
Dalam tahun-tahun belakangan ini Simalungun memperoleh jaringan jalan yang baik, di ibukota Pematang Siantar biasa disebut sebagai sentral (De Batakspiegel menyebutkan masih ada sejumlah jalan pribadi di halaman 57). Namun, di sini semua jalan muncul dari dataran dan daerah pegunungan, sementara sebuah jalur kereta api menghubungkan tempat ini dengan Tebing Tinggi melalui daerah pantai.
Peta dataran tinggi yang terlampir di sini menghubungkan Medan-Sibolga dan sekitar danau Toba (1: 1.000.000) memberikan contoh baik tentang jaringan jalan Simalungun, seperti yang menjadi penghubung penting di seluruh jaringan Sumatra. Sebuah pemandangan tentang peta ini, memunculkan kebutuhan pembukaan jalan Pamatang Tanah Jawa – Bandar Pasir Mandoge, di mana kemudian semakin banyak jalan yang muncul. Seperti legenda dari peta itu yang menunjukkan, perawatan dan pengelolaan jalan dibebankan pada berbagai cabang dinas. Belakangan ini di sini muncul penyederhanaan, karena juga mungkin jalan-jalan yang perlu dipertimbangkan dalam perawatannya diberikan pada dinas proyek perkebunan lokal di Pantai Timur Sumatra.
Jalur kereta api yang telah disebutkan (58 kilometer panjangnya) tepat pada tanggal 5 Mei 1916 dibuka untuk lalu-lintas umum, sementara pada tahun 1920 sebuah cabang kecil dibuka menuju ke pabrik serat di Laras agar dengan mudah dapat mengangkut produk perkebunan ini melalui Dolok Merangir, yang terletak di tengah perjalanan ke Tebing Tinggi. Jalur Tebing Tinggi-Siantar bukan merupakan salah satu jaringan jalan kereta terpendek, terbukti dari statistik dalam laporan Perusahaan kereta api Deli. Jika hasil per kilometer per hari pada tahun 1917 untuk sebagian besar jalur trem, termasuk juga jalur Siantar dihitung f8-9, maka jalur dan jarak dari Tanjung Pura bisa naik dari angka di atas f 10 sampai lebih dari f 14. Juga kepadatan penumpang tertinggi berada di berbagai jalur trem, yakni 729. Sementara, jalur Tanjung Pura – Pangkalan Brandan mencapai 625.
REL KERETA API DAN VIEWNYA SAAT INI |
Jalan pedati tertua yang menghubungkan Simalungun dengan daerah perkebunan di Pantai Timur Sumatera memiliki panjang 48 kilometer, kini seluruhnya berupa jalan keras menuju Tebing Tinggi. Jalan ini dibuka pada tahun 1906. Pada tahun 1908 di musim kemarau orang bisa mencapai Pematang Siantar dengan menggunakan mobil. Pada tahun 1909 bagian pertama (Tebing Tinggi – Dolok Merawang) diperkeras. Untuk bagian lain pada tahun 1910 aktivitas yang diperlukan untuk pengerasan jalan ini dilakukan. Seperti telah disebutkan, pengerasan jalan ini menyangkut penyiapan jalan yang sangat padat saat itu dalam kondisi layak dilalui di Hindia Belanda (pengangkutan material untuk keperluan pembangunan jalan kereta api yang akan dibuka dan untuk perkebunan) tanpa menghambat lalu-lintas, merupakan hal yang tidak mudah dilaksanakan. Pada tahun 1913 jalan yang keras diperlebar, sementara sebagai akibat lalu-lintas yang ramai (60 ton per hari) sejumlah besar dana harus disediakan pada tahun 1913 dan 1914 untuk perawatannya. Sementara, beaya pembukaan dan pengerasan mencapai f 760.528 seluruhnya. Pada tahun-tahun tersebut untuk perawatan disediakan tidak kurang dari f 60.840 dan f 117.500. Kini jalan berada dalam kondisi baik, sehingga beaya perawatan ini berkurang tajam.
Hubungan dengan Tapanuli dan selanjutnya dengan Pantai Barat Sumatera kini dilayani sepanjang jalan Toba. Jalan ini merupakan penghubung jalan lalu-lintas darat di Sumatra antara daerah tersebut dan Pantai Timur Sumatera (lihat pada peta yang telah disebutkan di atas) yang juga menghubungkan tanah Toba yang subur dan berpenduduk padat (lembah antara Balige dan Porsea) dan Uluan dengan Simalungun.
Jalan ini, sebuah proyek pembangunan jalan yang besar, dibuka oleh Insinyur E. Fels yang ditunjuk untuk menangani urusan itu, dalam Keputusan Direktur PU tanggal 16 Desember 1911 nomor 19601 setelah berbagai informasi ekonomi mengenai perhubungan dan daerah yang dilewati jalan itu ia cari, ia kumpulkan dan ia petakan. Jalan ini sangat penting sebagai jalur pengangkutan produk bagi daerah Toba, yang kemudian dinamakan jalan Toba.
Dalam aspek ekonomi jalan ini juga penting untuk daerah perkebunan di Simalungun, dan juga untuk mengangkut padi dari persawahan di Tapanuli. Di daerah ini tinggal sekitar 100 ribu orang dengan sekitar 24 ribu hektar sawah. Namun, pada masa perang meskipun ada larangan keras dan pengawasan polisi yang luas dipertahankan, dengan berbagai cara padi bisa diangkut masuk melalui pantai timur dan juga izin dapat diminta serta diperoleh untuk mengangkutnya. Tenaga kerja dari Samosir yang digunakan sebagai buruh bebas bagi aktivitas tertentu di berbagai perkebunan (selama pembukaannya) lebih mudah mencapai daerah ini lewat Parapat melalui sepanjang jalan Toba. Sementara itu imigrasi orang Toba yang dibahas lebih banyak dalam Bab III, didorong untuk menjalin hubungan lebih baik.
Pada 15 kilometer pertama dari Pematang Siantar, jalan ini memotong 8 jalur air penting, yakni Bah Bolon, saluran dari Bah Korah, Bah Biak, Bah Buldakbuldak, Bah Sapuran, Bah Hilang, Bah Birung dan Bah Kasindir. Selanjutnya, ada beberapa selokan dan sebuah jembatan indah yang dibangun melengkung di atas kolam air di depan Parapat. Ketika melewati tempat ini akan dijumpai jembatan di atas Binanga Sorasora dan Mursahan.
Beaya pembangunan jalan Toba rata-rata mencapai f 16.600 per kilometer (dengan jumlah seluruhnya f 200.000). Jalan Toba menanjak dari Pematang Siantar sampai Aek Naoli, sebuah deretan pegunungan dekat dengan batas pegunungan danau itu, bisa dibandingkan dengan lereng penyeimbang. Pada KM 143, atau 11 kilometer dari Pematang Siantar, orang menanjak dari 400 meter sampai 580 meter, kemudian mengikuti sebuah jalur horisontal sampai KM 147. Setelah itu menanjak lagi sampai KM 162 pada ketinggian sekitar 1100 meter. Di pegunungan pembatas kenaikan lebih landai (sekitar 1/40) sampai ketinggian 1200 meter, hingga dicapai batas. Dari sini jalan menurun sampai Parapat (910 meter) sedikit di atas permukaan danau, jalan itu kembali naik melalui daerah Girsang dan Sipangan Bolon (Tanah Jawa) sampai mendekati titik puncaknya di perbatasan Tapanuli (1263 meter).
Di depan Sibaganding, jalan mengikuti aliran danau Toba, dimulai dengan ketinggian sekitar 150 meter di atas permukaan air kemudian perlahan-lahan menurun sepanjang aliran ini sampai daerah sawah di Parapat. Bagian jalan yang begitu kaya dengan pemandangan alam ini memberikan panorama sangat indah di danau Toba dan lingkungannya. Batu-batu besar hitam menonjol dekat lereng gunung yang berkilauan oleh sinar matahari di sisinya. Di sini warna itu berubah dengan aneka warna hijau menghiasi bagian atasnya, menuju keindahan menakjubkan karena sinar yang berubah itu hingga kini tampak seperti hutan gelap, kemudian kembali menghijau atau hijau zamrud. Kampung yang tersembunyi di antara pohon-pohon dan bambu yang tumbuh menambah keindahan daerah ini. Semenanjung yang membentang di danau ini dalam kondisi panas menyengat nampak berkilauan. Tuktuk Sipiak, semenanjung yang membentang ke danau di Parapat dan tempat ini menawarkan suatu pesanggrahan indah dan kompleks zending dengan gerejanya yang indah, bagaikan surga di mana orang akan tetap hidup apabila tidak ada kewajiban yang memanggil kita di tempat lain.
Dekat dengan Sibaganding ada sebuah terowongan kecil. Selain itu jalan sepenuhnya berubah di lereng gunung berkarang. Sebagai akibat dari longsoran batu yang mencolok di sini, menurut Dr. Hangeveld gempa bumi, bagian karang yang menggantung bisa jatuh ke bawah. Juga aktivitas hidrolis air bawah tanah di tanah di tanah lembut dapat mengakibatkan kelongsoran kecil (tentang ini akan dibicarakan di bagian 3). Panjang jalur Pematang Siantar – batas Tapanuli adalah 57 kilometer.
Jalan ini pada awal 1920 terbuka bagi lalu-lintas umum. Suatu jalan lain sangat penting adalah dari ibukota sampai Pematang Tanah Jawa dan dari sana daerah irigasi Bah Tungguran. Dalam Keputusan Pemerintah 31 Mei 1916 nomer 17 dana sebesar f 10.500 disediakan untuk mengukur sambungan Pematang Siantar – Pematang Tanah Jawa – Pasir Mandoge (jarak 57 kilometer). Jalur ini tetap hampir sejajar dengan garis pantai sedikit di atas permukaan laut dan memotong sejumlah jalan air di lahan itu yang dalam.
Jalan ini membuka daerah Simanuk Manuk yang sulit dicapai (Asahan Hulu) dan menjadi bagian dari sambungan Kuta Cane (tanah Alas), Kaban Jahe (tanah Karo), Pematang Siantar, Asahan Hulu, Bila, Pane, Rokan, Pekan Baru (dalam peta di atas). Pada tahun 1916 dan 1917 di tempat ini tidak ada jalan lain yang ada kecuali sebuah jalan pedati sampai kompleks perkebunan Marihat yang terletak 5 kilometer dari Pematang Siantar. Jalan ini bisa dilewati mobil. Hubungan di sepanjang jalan ini sangat sedikit. Hanya raja Tanah Jawa dan beberapa rakyatnya saja yang menggunakan jalur ini. Setelah ini masa hubungan perkebunan, terutama pedati sapi yang mengangkut material untuk perkebunan Balembengan, Bah Kisat dan Marimbun dibuka oleh PT. Amsterdam. muncul, sementara pembukaan pembukaan daerah irigasi Bah Tungguran juga ikut mendukung kebutuhan untuk menambah hubungan. Kini juga ada perjalanan ke Tanah Jawa yang memadai untuk menilai kemajuan yang dicapai.
Lalu-lintas padat oleh pejalan kaki, pedati sapi dan mobil, sebuah pasar yang ramai di Tanah Jawa, adanya beberapa perkebunan teh dan daerah irigasi yang telah disebutkan dapat ditunjukkan bahwa kondisi zaman sangat berpengaruh pada perkembangan daerah ini. Puluhan mobil sewaan mengangkut beberapa penumpang pribumi, Cina dan yang lain. Pengangkutan hasil bumi sangat banyak dan perdagangan kecil berkembang mentakjubkan. Kebangkitan ini, dengan memperhatikan berbagai faktor yang disebutkan di atas, tidak bersifat sementara. Karenanya, patut disesalkan bahwa proyek yang dimulai oleh pemerintah untuk merawat jalan ini dan menarik ke Asahan Hulu karena penghematan dalam keuangan negara harus dihentikan.
Meskipun dicoba dengan berbagai cara, juga dengan bantuan perkebunan yang terkait, untuk menyediakan dana memadai untuk menyelesaikan seluruh proyek ini, tidak berhasil untuk mencapai hasil yang dikehendaki. Sambungan dengan Batu Bara dan Asahan Hilir dibuka melalui jalan lewat Perdagangan menuju Labuan Ruku. Trayek Pematang Siantar-Perdagangan (42 kilometer) dibuka dalam kerja wajib, sebagian besar semi-keras dan kini termasuk jalan perkebunan, yakni yang dirawat oleh pihak PU lokal dari daerah perkebunan Pantai Timur Sumatera. Setelah melewati Perdagangan, melalui Bah Bolon di atas jembatan yang dibangun di sana pada tahun 1918 dan masih membentang 6 kilometer panjangnya lewat daerah Simalungun. Dekat tempat kedudukan kontrolir Batu Bara jalan ini menuju jalan raya dari Medan ke Tanjung Balai.
Di daerah Bandar dua jalan cabang dengan panjang 7 dan 9 kilometer, menghubungkan ibukota Pematang Bandar dengan jalan ini. Jalan pertama berada di kompleks perkebunan Karasaan, jalan kedua berada di daerah irigasi Bandur Meratur dekat Nagori Bandar. Sebuah jalan penting lain adalah jalan lewat Raya dan Purba menuju Saribudolok (63 kilometer letaknya dari Pematang Siantar). Di jalan ini akan dijumpai dua jembatan, yakni di atas Bah Binomon (KM 149) dan di atas Bah Kuwo (KM 154).
Jalan mengikuti jalur yang menanjak sangat menguntungkan secara bertahap dari 400 meter (Pematang Siantar) sampai 1400 meter (Saribudolok) melalui daerah lereng Raya, antara pegunungan pusat Simbolon dan pegunungan batas danau Toba letaknya. Sejak pembukaan jalur kereta api ke Tebing Tinggi, jalan ini menunjukkan makna karena produk Raya, Purba dan daerah-daerah melewati Saribudolok, sejak ini sampai ibu kota diangkut untuk dipasarkan atau dengan kereta diangkut lebih jauh. Pada tahun 1917 perbaikan dekat dengan Saribudolok dilakukan yang mengakibatkan pemendekan jarak sekitar 3 kilometer. Saribudolok dihubungkan melalui sebuah jalan keras dengan Kaban Jahe (35 kilometer) di tanah tinggi Karo dan Medan (jarak Medan ke Kaban Jahe adalah 81 kilometer).
PERKEBUNAN KELAPA SAWIT SAAT INI |
Jalan simpang dari Pematang Siantar ke Saribudolok dari Simpang Raya (KM 147) menuju Tigaras memiliki makna penting bagi penyelesaian jalan Toba, karena hubungan dengan Tapanuli saat itu sebagian besar dilakukan dan dari sana dengan perahu atau kapal motor komunikasi dengan Samosir dan Balige dipertahankan. Kini jalan ini hanya bermakna sekunder bagi perdagangan domestik dan kampung-kampung sekitarnya. Pada KM 139 di jalan Toba masih ada jalan simpang ke Sidamanik, yang merupakan penghubung daerah ini dengan Siantar dan kurang berarti. Yang lebih terkenal daripada jalan ke Tigaras, jalan ini tidak dibuka di punggung gunung yang membentang.
Sebagian besar jalan kereta pedati yang terawat dijumpai di hampir semua perkebunan, sehingga jaringan jalan di Simalungun yang belum mencapai sepuluh tahun, yang merupakan jalan menyangkut sambungan utama, lebih dari 300 kilometer panjangnya, terletak di perkebunan pertanian besar, beberapa kilometer panjangnya. Kampung-kampung yang terletak di pedalaman saling dihubungkan dengan semua jalan setapak dan dengan jalan raya.
Simeloengoen: het land der Timoer-Bataks in zijn vroegere isolatie en zijn ontwikkeling tot een deel van het cultuurgebied van de oostkust van Sumatra.
Artikel terkait (LINK : GIRSANG VISION : MENGENAL LEBIH DEKAT J, TIDEMAN - Penulis Simeloengoen: het land der Timoer-Bataks ........van Sumatra http://girsangvision.blogspot.com/2011/11/girsang-vision-mengenal-lebih-dekat-j.html )
Segala masukan dan koreksi sangat terbuka untuk mengedit artikel ini (open source) yang tentunya dengan data dan fakta serta sumber berita yang akurat sehingga apa yang menjadi koreksi bisa bermanfaat untuk menambah "celah-celah" yang hilang dari sejarah SIMALUNGUN pada umumnya, dan sejarah MARGA/BORU GIRSANG pada khususnya.
Terimakasih
GIRSANG VISION- HABONARON DO BONA
GIRSANG VISION- HABONARON DO BONA
0 komentar:
Posting Komentar
No comment is offensive tribe, religion and any individual, Use words and phrases are polite and ethical - Thank you -