GIRSANG VISION : Puluhan mahasiswa dari sejumlah kampus di Pematang Siantar dan Simalungun, menggelar aksi unjukrasa di gedung DPRD Sumatera Utara (Sumut), Kamis (19/1/2012) siang. Dalam aksinya, mahasiswa bertelanjang dada dan melukis tubuhnya dengan cat putih sebagai bentuk penolakan atas rencana PT Perkebunan Nusantara (PTPN) 4 mengkonversi lahan teh di Simalungun menjadi sawit.
Aksi sekitar 70 mahasiswa yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Pemuda Siantar (Himapsi) ini berlangsung tertib. Mahasiswa bernyanyi dan menggelar orasi di depan pintu masuk gedung dewan.
Delapan mahasiswa sengaja tidak mengenakan baju dan melumuri tubuhnya dengan cat putih. Pada bagian dada tertulis rangkaian huruf “Tolak Konversi”.
Selain membawa spanduk dan poster kecaman, mahasiswa juga menggelar orasi. Dalam orasinya, mahasiswa mendesak DPRD Sumut segera memanggil manajemen PTPN 4 dan membatalkan rencana alih fungsi lahan perkebunan teh di kawasan Sidamanik dan Bah Butong, Kabupaten Simalungun.
Ketua Himapsi, Teguh Karunia Sinaga mengatakan, perkebunan teh di kawasan Sidamanik dan Bah Butong kini menjadi lokasi wisata alam. Tidak semata-mata perkebunan teh milik PTPN 4.
"Saat ini perkebunan teh di dua lokasi di Kabupaten Simalungun menjadi kawasan wisata. Banyak wisatawan lokal maupun mancanegara yang datang untuk menikmati udara sejuk. Kebun teh di Simalungun merupakan perkebunan teh yang tersisa di Pulau Sumatera," kata Teguh.
Menanggapi tuntutan mahasiswa, Sekretaris Komisi B DPRD Sumut, Muhammad Nuh, berjanji akan memanggil pihak PTPN 4 terkait rencana konversi perkebunan teh menjadi lahan sawit.
"DPRD Sumut akan memanggil pihak terkait untuk membicarakan rencana konversi kebun teh ini kata Nuh.
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Simalungun sendiri telah melayangkan surat penolakan secara resmi kepada pihak PTPN 4 untuk tidak melakukan konversi teh seluas 1.647 hektar lebih menjadi kelapa sawit di Kecamatan Sidamanik dan Bah Butong. Pertimbangannya, tanaman kelapa sawit lebih memberikan dampak negatif. Selain itu menyalahi tata ruang dan perubahan fungsi lahan akan mempengaruhi ekosistem flora dan fauna.
SUMBER BERITA : http://www.detiknews.com/
Sementara itu juga massa mengatasnamakan Himpunan Mahasiswa dan Pemuda Simalungun (Himapsi) berunjuk rasa di depan kantor pusat PTPN-IV Jalan Suprapto Medan, Kamis (19/1). Mereka menolak konversi lahan yang dilaksanakan BUMN Perkebunan tersebut di Kabupaten Simalungun.
Dalam aksi damainya, selain membawa spanduk tuntutannya para pendemo juga menggelar aksi teatrikal di hadapan para direksi yang turut menyaksikan.
Para pendemo menyebutkan, konversi lahan kebun teh menjadi tanaman kelapa sawit di Sidamanik dan Bah Butong dinilai telah menghilangkan ciri khas lokal. Sebab selama ini sejarahnya areal kebun teh kawasan itu merupakan ikon Simalungun.
Selain itu, dengan adanya pengalihan ke tanaman kelapa sawit, nantinya akan berdampak terjadinya pemanasan global. Bahkan dengan tanaman sawit dikhawatirnya sering muncul banjir serta kekeringan.
"Kami tak ingin Simalungun diterjang banjir bandang yang membawa patahan gelondongan batang sawit ke pemukiman, akibat perubahan peruntukan lahan tersebut,"kata pengunjuk rasa.
Terkait aksi demo ini, Sekretaris Perusahaan PTPN-IV Andi Wibisono yang menemui pendemo menjelaskan, rencana konversi hanya dilakukan di sebagian lahan teh, seperti Kebun Bah Butong seluas 937,67 hektar dan di Sidamanik 709,58 ha.
Dari keseluruhan areal kebun teh di Simalungun seluas 5.347 hektar, totalnya 1.647, 25 ha yang akan dikonversi ke sawit. Selebihnya 3.721,02 hektar tetap dipertahankan.
"Nantinya kami terus akan mengembangkan lahan teh itu dengan klon-klon unggul,"papar Andi didampingi Kaur Humas Lidang Panggabean.
Menurut Andi, rencana konversi ini dilakukan mengingat kondisi lahannya kurang dari 1.000 meter dari atas permukaan laut (dpl). Disebabkan kurang baik untuk tanaman teh yang asimilasi sinar mataharinya tak menyeluruh.
Begitu juga saat ini, rata-rata harga jual teh selama 10 tahun terakhir ini tidak adanya peningkatan yang nyata dibanding biaya produksi. Sehingga PTPN-IV mengalami kerugian rata-rata Rp54,8 miliar per tahun.
Hal ini mengingat harga pokok produksi teh Indonesia meningkat 13 persen per tahun. Sedangkan harga jualnya cuma 4,8 persen/tahun.
"Artinya dengan konversi ke tanaman sawit akan memberikan keuntungan yang lebih baik, dimana produktivitas sawit sebesar 19 t TBS/ha/tahun saja memberikan B/C ratio 1,12,"katanya sementara teh dengan bibit unggul produktivitas 2,2 t DTK/ha/tahun hanya memberikan B/C ratio 0,42.
Disamping itu, untuk konversi sawit seperti ini bukanlah yang pertama kali dilakukan PTPN-IV. Contohnya pada tahun 1994 di Kebun Balimbingan -Tanah Jawa seluas 3.059 ha yang sebelumnya tanaman kakao dan teh.
"Hasilnya setiap tahun lahan itu terus mendapat penghargaan sebagai Sawit Terbaik BUMN,"tambah Lidang demikian juga konversi sawit di Kebun Bahbirong Ulu seluas 400 ha pada tahun 1995 tidak pernah menimbulkan masalah seperti banjir.
Untuk sementara ini, konversi di Sidamanik dan Bah Butong terpaksa ditunda sampai adanya kajian ilmiah yang dilakukan institusi independen, pungkas Lidang.
SUMBER BERITA : http://www.analisadaily.com/
Segala masukan dan koreksi sangat kami hargai untuk menambah dan memperbaiki setiap artikel dalam blog ini, dengan mengirimkan pendapat anda semua ke page/halaman "KIRIM ARTIKEL" yang terdapat pada header page blog ini. Tanpa mengurangi hormat, kami harapkan tulisan pendapat anda tentunya dengan data dan fakta serta sumber berita yang akurat sehingga apa yang menjadi koreksi bisa bermanfaat untuk menambah "celah-celah" yang hilang dari sejarah SIMALUNGUN pada umumnya, dan sejarah MARGA/BORU GIRSANG pada khususnya.
Terimakasih GIRSANG VISION HABONARON DO BONA
0 komentar:
Posting Komentar
No comment is offensive tribe, religion and any individual, Use words and phrases are polite and ethical - Thank you -