GIRSANG VISION : IDE ARTIKEL DAN DOKUMEN MILIK SAUDARA DORI ALAM GIRSANG.
DINAS KESEHATAN
Kondisi kesehatan penduduk di Simalungun. Dalam ulasan itu telah dibahas penelitian di bidang kesehatan yang dilakukan oleh Prof.Dr.W.Schuffner. Berdasarkan penelitian ini, menurut petunjuk tenaga ahli Prof. Dr. W.Schuffner penelitian ini diteruskan dengan penyelidikan lebih lanjut tentang kemunculan berbagai penyakit, sebab-sebab penyakit itu muncul, dan bagaimana penyebarannya, agar supaya dapat diketahui pencegahannya dan pemberantasannya yang paling tepat.
Untuk mengetahui penyebaran penyakit malaria, dilakukan pengukuran tanah. Untuk melawan penyakit mata dan kulit, serta pencegahannya, dilakukan dengan pemberian Salversan. Seorang bidan ditugaskan untuk menjaga kebersihan kampung Pengawasan terhadap penyakit-penyakit ini dilimpahkan kepada dokter dari Yayasan Dokter Siantar di Pematang Siantar (saat itu yayasan ini masih memiliki seorang dokter), tetapi juga disebutkan meskipun dia mencurahkan perhatian dan bersedia memperhatikan karya mulia ini, pekerjaannya terlalu banyak bila harus mengelola seluruh wilayah ini.
Luas Simalungun, penyebaran penduduk, terbatasnya personil, dan sedikitnya sarana mempersulit menjadi hambatan karya muliaa ini. Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa di kampung-kampung yang telah diobservasi kondisinya masih belum menguntungkan bila dibandingkan dengan daerah yang langsung dikunjungi oleh dr.W.Schuffner. Rumah Sakit daerah belum ada. Beberapa pasien gawat dirawat di ruangan yang dibangun di lahan milik yayasan dokter Siantar, sementara perhatian Rumah Sakit Pusat kepada para kuli kontrak menuntut perhatian yang lebih, termasuk upaya untuk memperluas rumah sakit itu.
COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Een_ zuster_van_de_Rijnse-zending_voor_ haar_woonhuis_te_Balige_Sumatra_TMnr_10000730 Suster Van De Rijnse |
Karena itu di komplek Zending dibangun sebuah poliklinik daerah. Mereka bisa memanfaatkan karya zending di wilayah ini, terutama karena mereka memiliki harapan akan datangnya dokter zending yang karyanya diawasi oleh pengurus zending RMG. Perubahan zaman mengaburkan harapan ini. Beberapa penyakit paling gawat untuk sementara masih ditampung di rumah sakit milik yayasan dokter Siantar.
Pada tahun 1917 perubahan besar terjadi dengan diangkatnya dokter pribumi Mohammad Hamzah yang ditugaskan di dinas kesehatan di Simalungun dan pembangunan sebuah rumah sakit untuk merawat pasien daerah. Setelah pengangkatan ini poliklinik tidak hanya di ibu kota saja yang dikelola secara teratur, tetapi juga di Perdagangan, Parapat, Tanah Jawa dan tempat-tempat lain, yang dikunjungi oleh banyak pasien. Penolakan yang ditunjukkan oleh penduduk pada mulanya karena poliklinik itu tidak untuk merawat kesehatan orang Eropa, sehingga semua dikirim ke Poliklinik dan tampaknya mereka merasa kurang diperhatikan, karena mendapatkan pengobatan yang sangat ringan. Perlahan-lahan kesulitan itu teratasi. Kini kunjungan yang padat membuktikan bahwa kepercayaaan itu telah tumbuh.
Pada tahun 1920, di tiga daerah tersebut ditempatkan perawat khusus di poliklinik yang dibuka di sana. Dokter daerah melakukan pengawasan secara teratur. Kini mereka memiliki jururawat utama, lima perawat dan dua penjaga rumah sakit. Jumlah penanganan di Poliklinik mencapai :
Sekitar 20 % pengunjung memikul biaya perawatan semua atau sebagian: Kepada mereka dibebankan antara 5 sen s/d f.1, per-sehari kunjungan pada tahun itu. Untuk pemberantasan penyakit kulit dibagikan salversan yang nilainya mencapai jumlah sebesar f 3.000. Dari jumlah itu, penduduk membayar sebesar f 800. Yang lain perlu perawatan darurat, sebanyak 1.423 pasien ditangani. Para perawat ditugasi membagi kina secara teratur dan mengawasi kebersihan di kampung. Jadi semua ini dimulai dari dinas kesehatan daerah yang memberikan pelayanan yang baik. Dari sudut pandang kepentingan penduduk, dinas serupa dianggap perlu bagi didirikan di daerah sehubungan dengan adanya perkebunan yang berada di wilayah ini. Tanpa perawatan kesehatan di kampung-kampung dan sekitarnya, keberadaan dinas kesehatan di perkebunan akan semakin berat.
Seperti disebutkan oleh suatu lembaga di atas, dinas ini memerlukan anggaran keuangan besar dari kas daerah. Jika pengeluaran untuk dinas ini pada tahun 1914 hanya berjumlah f 8.818, pada tahun 1920 dan 1921 pengeluaran rutin mencapai f 37.989, dan f 38.784, termasuk subsidi daerah Simalungun kepada yayasan Lepra di Lausimomo sebesar f 8.448 setiap tahunnya. Ini adalah lembaga yang ada di Tanah Karo yang didirikan pada tahun 1906 oleh asisten residen C.J.Westenberg dan Pdt. Van den Berg, karena nasib penderita lepra orang Batak ini sangat menyedihkan. Mereka diabaikan sama sekali oleh orang-orang sekampungnya, bahkan ada yang diusir dari kampung. Sementara itu, kadang-kadang warga tidak mau menunggu kematian mereka dan segera membunuhnya, karena penyakit lepra bisa membawa bencana di kampung itu.
Penderita lepra yang dibawa ke sana merasa tidak memiliki harapan lagi, kecuali sebagai perkecualian (yang tampak bahwa seorang isteri telah kehilangan hidup dengan melewatkan nasibnya). Ketika dirawat di sana orang-orang merasa senang. Bahkan perkawinan terjadi di antara mereka. Mereka tidak dikurung tetapi tidak boleh meninggalkan Lausimomo; bila ada salah satu di antara mereka yang melanggar kebebasan, maka dia berani tampil. Untuk fasilitas mandi, saluran air, makanan, dan semua yang diperlukan penduduk diperhatikan secukupnya. Lembaga ini memiliki luas: 3 hektare tanah. Sejak dua tahun, mereka berada di bawah pengelolaan langsung Pdt. Van Eleen, bersama keluarganya menghuni rumah di dekat kampung itu yang dibangun dengan gaya Batak. Pendeta mencurahkan energi dan perhatian yang besar pada tugas ini. Juga dari daerah perkebunan lain penderita lepra dikirim ke Lausimomo. Lembaga ini menerima subsidi sejumlah biaya perawatan penderita. Pemerintah memberikan subsidi f 10 per-orang per-bulan. Jumlah anggaran untuk Lausimomo, mencapai sekitar f 40.000. Dokter yang ada di sini bertugas di dinas kesehatan pemerintah di Simalungun. Pada tahun 1916 Simalungun memiliki menjadi vaksin tersendiri dengan petugas dari ibukota Pematang Siantar. Selama beberapa tahun rencana perjalanan dibuat untuk para petugas vaksin. Mereka diatur sehingga kunjungannya ke berbagai kampung bisa dibagi rata.
Segala masukan dan koreksi sangat terbuka untuk mengedit artikel ini (open source) yang tentunya dengan data dan fakta serta sumber berita yang akurat sehingga apa yang menjadi koreksi bisa bermanfaat untuk menambah "celah-celah" yang hilang dari sejarah SIMALUNGUN pada umumnya, dan sejarah MARGA/BORU GIRSANG pada khususnya.
Pada tahun 1917 perubahan besar terjadi dengan diangkatnya dokter pribumi Mohammad Hamzah yang ditugaskan di dinas kesehatan di Simalungun dan pembangunan sebuah rumah sakit untuk merawat pasien daerah. Setelah pengangkatan ini poliklinik tidak hanya di ibu kota saja yang dikelola secara teratur, tetapi juga di Perdagangan, Parapat, Tanah Jawa dan tempat-tempat lain, yang dikunjungi oleh banyak pasien. Penolakan yang ditunjukkan oleh penduduk pada mulanya karena poliklinik itu tidak untuk merawat kesehatan orang Eropa, sehingga semua dikirim ke Poliklinik dan tampaknya mereka merasa kurang diperhatikan, karena mendapatkan pengobatan yang sangat ringan. Perlahan-lahan kesulitan itu teratasi. Kini kunjungan yang padat membuktikan bahwa kepercayaaan itu telah tumbuh.
Pada tahun 1920, di tiga daerah tersebut ditempatkan perawat khusus di poliklinik yang dibuka di sana. Dokter daerah melakukan pengawasan secara teratur. Kini mereka memiliki jururawat utama, lima perawat dan dua penjaga rumah sakit. Jumlah penanganan di Poliklinik mencapai :
| Dalam tahun 1920 | Dalam 10 bulan pertama tahun 1921 |
Pematang Siantar | 24260 | 18882 |
Parapat | 2432 | 4077 |
Perdagangan | 2451 | 4328 |
Pematang Tanah Jawa | 5967 | 5172 |
Bandar Tinggi | ----- | 4328 |
T o t a l | 35110 | 36787 |
Seperti disebutkan oleh suatu lembaga di atas, dinas ini memerlukan anggaran keuangan besar dari kas daerah. Jika pengeluaran untuk dinas ini pada tahun 1914 hanya berjumlah f 8.818, pada tahun 1920 dan 1921 pengeluaran rutin mencapai f 37.989, dan f 38.784, termasuk subsidi daerah Simalungun kepada yayasan Lepra di Lausimomo sebesar f 8.448 setiap tahunnya. Ini adalah lembaga yang ada di Tanah Karo yang didirikan pada tahun 1906 oleh asisten residen C.J.Westenberg dan Pdt. Van den Berg, karena nasib penderita lepra orang Batak ini sangat menyedihkan. Mereka diabaikan sama sekali oleh orang-orang sekampungnya, bahkan ada yang diusir dari kampung. Sementara itu, kadang-kadang warga tidak mau menunggu kematian mereka dan segera membunuhnya, karena penyakit lepra bisa membawa bencana di kampung itu.
Penderita lepra yang dibawa ke sana merasa tidak memiliki harapan lagi, kecuali sebagai perkecualian (yang tampak bahwa seorang isteri telah kehilangan hidup dengan melewatkan nasibnya). Ketika dirawat di sana orang-orang merasa senang. Bahkan perkawinan terjadi di antara mereka. Mereka tidak dikurung tetapi tidak boleh meninggalkan Lausimomo; bila ada salah satu di antara mereka yang melanggar kebebasan, maka dia berani tampil. Untuk fasilitas mandi, saluran air, makanan, dan semua yang diperlukan penduduk diperhatikan secukupnya. Lembaga ini memiliki luas: 3 hektare tanah. Sejak dua tahun, mereka berada di bawah pengelolaan langsung Pdt. Van Eleen, bersama keluarganya menghuni rumah di dekat kampung itu yang dibangun dengan gaya Batak. Pendeta mencurahkan energi dan perhatian yang besar pada tugas ini. Juga dari daerah perkebunan lain penderita lepra dikirim ke Lausimomo. Lembaga ini menerima subsidi sejumlah biaya perawatan penderita. Pemerintah memberikan subsidi f 10 per-orang per-bulan. Jumlah anggaran untuk Lausimomo, mencapai sekitar f 40.000. Dokter yang ada di sini bertugas di dinas kesehatan pemerintah di Simalungun. Pada tahun 1916 Simalungun memiliki menjadi vaksin tersendiri dengan petugas dari ibukota Pematang Siantar. Selama beberapa tahun rencana perjalanan dibuat untuk para petugas vaksin. Mereka diatur sehingga kunjungannya ke berbagai kampung bisa dibagi rata.
Segala masukan dan koreksi sangat terbuka untuk mengedit artikel ini (open source) yang tentunya dengan data dan fakta serta sumber berita yang akurat sehingga apa yang menjadi koreksi bisa bermanfaat untuk menambah "celah-celah" yang hilang dari sejarah SIMALUNGUN pada umumnya, dan sejarah MARGA/BORU GIRSANG pada khususnya.
Terimakasih
GIRSANG VISION- HABONARON DO BONA
GIRSANG VISION- HABONARON DO BONA
0 komentar:
Posting Komentar
No comment is offensive tribe, religion and any individual, Use words and phrases are polite and ethical - Thank you -